jpnn.com - JAKARTA - Kriminolog dinilai sah-sah saja melakukan pendekatan gesture atau seni membaca wajah saat melakukan analisa terhadap seseorang.
Seperti dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, kriminolog yang beberapa waktu lalu dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Prof Ronny Rahman Nitibaskara, menggunakannya untuk menganalisa prilaku terdakwa Jessica Kumala Wongso.
BACA JUGA: Senator Ini Dukung KPK Tuntaskan Kasus IG
Namun meski sah-sah saja digunakan, kata Kriminolog dari Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa, analisa dengan pendekatan seni membaca wajah hanya dilakukan kriminolog yang menguasai ilmu psikologi.
"Jadi ilmu kriminologi dalam hal ini menggunakan alat bantu psikologi. Kemudian pendekatan apa yang dipakai, kemudian dasar teori yang dipakai dalam menganalisis," ujar Eva yang dihadirkan sebagai ahli pada sidang lanjutan pembunuhan Wayan Mirna yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9).
Menanggapi jawaban tersebut, Otto Hasibuan selaku kuasa hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso langsung menyodorkan pertanyaan.
BACA JUGA: Kriminolog: Seni Membaca Wajah tak Lagi jadi Pilihan
Dia mengatakan kemungkinan Ronny tidak memiliki latar belakang keilmuan sebagai seorang psikolog.
Karena itu kemudian dia bertanya apakah kriminolog yang tak memiliki keahlian psikologi, bisa melakukan analisa dengan pendekatan seni membaca wajah.
BACA JUGA: Apakah Tuntutan Bidan Desa PTT Berlebihan?
"Saya tidak bisa bilang bisa atau tidak, tapi hasilnya, validitasnya, dipertanyakan. Misalnya saya, kajian-kajian saya lebih pada kriminolog dengan pendekatan sosiologis dan hukum pidana. Itu yang selalu saya pakai. Saya tak pakai pendekatan psikologi karena harus orang yang memahami psikologi," ujar Eva, ahli yang dihadirkan oleh pengacara Jessica. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lukas Enembe Luncurkan Buku Papua: Antara Uang dan Kewenangan
Redaktur : Tim Redaksi