jpnn.com, YOGYAKARTA - Tim Bareskrim Polri mengungkap kasus produksi dan peredaran obat keras ilegal yang oleh sebuah pabrik di Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (27/9).
Menurut Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar, kasus ini merupakan yang terbesar pernah diungkap jajarannya.
BACA JUGA: Bareskrim Menggerebek Pabrik Obat Keras Ilegal di Yogyakarta
"Penyebutan mega besar itu karena berdasarkan pengalaman kami, dan kami dapat menyimpulkan bahwa ini yang terbesar," Brigjen Krisno saat konferensi pers pengungkapan kasus tersebut di Yogyakarta.
BACA JUGA: Pengumuman, Pembunuh Pengusaha di Kosambi Bandung Ditangkap, Pelakunya Ternyata
Dia menyebut kasus obat keras dan berbahaya yang diproduksi oleh pabrik di DIY itu disebut terbesar berdasarkan kapasitas produksi maupun jaringan peredarannya.
Diketahui, obat keras ilegal itu dipasarkan ke seluruh Indonesia, antara lain ke Jawa Barat, DKI Jakarta, DIY, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.
BACA JUGA: Joes Noerdin Digarap Penyidik Kejagung Terkait Korupsi PDPDE Gas Sumsel
Selain itu, dari 13 tersangka yang ditangkap, tim Bareskrim menyita barang bukti lebih dari lima juta butir pil golongan obat keras berbagai jenis.
Beberapa jenisnya, yakni Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, Alprazolam. Obat keras itu disita dari sejumlah lokasi penangkapan para tersangka, seperti di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi dan Jakarta Timur.
"Sebelumnya kami juga pernah temukan, tetapi pengalaman kami, ini yang paling besar, dari mesinnya maupun luas tempatnya, dan kelengkapan," kata tutur Brigjen Krisno.
Walakin, Bareskrim belum menemukan keterlibatan warga negara asing dalam kasus tersebut, meskipun sejumlah bahan baku obat didatangkan dari luar negeri.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta Dewi Prawitasari menyebut industri pembuatan obat ilegal yang terbongkar oleh polisi itu sangat besar karena jumlah produksinya yang luar biasa.
Bahkan, kata Dewi, ditemukan juga ada salah satu pil yang sudah dilarang diproduksi dan nomor izin edarnya sudah tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah, karena kecenderungan untuk disalahgunakan lebih mudah.
"Jadi produk ini sebenarnya memang masih kita temukan di peredaran, dan di mana-mana ditemukan yang ilegal, artinya produsennya ilegal, dan tempat produksi juga ilegal," katanya. (antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam