Pajak Moncer, Cadangan Devisa Stabil, tetapi Harga BBM kok Naik?

Kamis, 08 September 2022 – 06:45 WIB
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 stabil dibandingkan posisi akhir Juli 2022. Ilustrasi/foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 stabil dibandingkan posisi akhir Juli 2022.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyatakan cadangan tetap tinggi, yakni USD 132,2 miliar sama seperti akhir Juli sebesar USD 132,2 miliar.

BACA JUGA: Cadangan Devisa Negara Turun, Masih Aman di Atas Standar?

"Perkembangan posisi cadangan devisa antara lain dipengaruhi penerimaan pajak dan jasa, serta penerimaan devisa migas di tengah kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah yang sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ungkap Erwin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (8/9).

Menurutnya, posisi cadangan devisa pada bulan lalu setara pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

BACA JUGA: Tingkatkan Pertumbuhan Ekspor Jatim, LPEI Bangun Desa Devisa Kluster Udang

BI menilai cadangan devisa pada Agustus 2022 tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga seiring.

BACA JUGA: Cadangan Devisa Moncer, Rupiah Hari Ini Berjaya

Di sisi lain BI terus berupaya merespons berbagai kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan penerimaan pajak sampai Juli 2022 mencapai Rp 1.028,5 triliun atau naik 58,8 persen dari periode sama tahun lalu yakni Rp 647,7 triliun.

Realisasi penerimaan pajak Rp 1.028,5 triliun yang merupakan 69,3 persen dari target Rp 1.485 triliun ini secara terperinci meliputi PPh nonmigas Rp 595 triliun atau 79,4 persen dari target serta PPN dan PPnBM Rp 376,6 triliun atau 59,1 persen dari target.

Kemudian, PBB dan pajak lainnya Rp 6,6 triliun atau 20,5 persen dari target serta PPh migas Rp 49,2 triliun atau 76,1 persen dari target.

Kinerja penerimaan pajak ini dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada 2021 akibat pemberian insentif fiskal serta dampak implementasi program pengungkapan sukarela (PPS).

Di sisi lain, pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena dinilai memberikan tekanan besar kepada APBN.

Keputusan kenaikan harga BBM dilakukan pada Sabtu (3/9) yang diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

"Subsidi sudah naik tiga kali lipat hingga Rp 502,4 triliun," tegas Presiden.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan harga BBM naik hari ini untuk jenis tertentu, yakni untuk yang bersubsidi.

Harga BBM Peralite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter.

Kemudian, harga BBM Solar subsidi Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.

Harga Pertamax Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter. (antara/mcr10/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Cadangan Devisa   BBM   pajak   Sri Mulyani   Harga BBM   Ekonomi   BI  

Terpopuler