jpnn.com, JAKARTA - Warga dan pedagang di sekitar sentra bisnis Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk dan Gunung Sahari, mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengkaji kembali kebijakan perluasan ganjil-genap.
Menurut para pedagang, perluasan aturan ganjil genap itu bisa menurunkan omzet perdagangan hingga 50 persen.
BACA JUGA: Politikus PDIP: Perluasan Sistem Ganjil Genap Sama Saja Membunuh Pelaku Usaha
Ketua Koperasi Pasar (Koppas) HWI Lindeteves Chandra Suwono mengungkapkan, perluasan sistem ganjil genap di Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Gunung Sahari, bukan solusi mengatasi kemacetan.
BACA JUGA : Politikus PDIP: Perluasan Sistem Ganjil Genap Sama Saja Membunuh Pelaku Usaha
BACA JUGA: Ibu Kota Pindah, Bagaimana Nasib Anies Baswedan untuk Pilpres 2024?
Chandra menerangkan, kepadatan kendaraan di sejumlah ruas jalan tersebut biasanya terjadi hanya pada saat jam kantor dan itupun diakibatkan oleh traffic light yang jaraknya berdekatan.
"Ganjil-genap ini kan alasannya ada dua. Pertama terkait masalah emisi atau polusi yang kedua adalah kemacetan. Untuk kemacetan misalnya untuk Jalan Gunung Sahari. Gunung Sahari itu dari Glodok, dari Ancol sampai dengan Pasar Senen itu kira-kira jaraknya dua kilometer, itu ada tujuh traffic light, itulah sumber kemacetan sebetulnya," tutur Candra dalam keterangan yang diterima, Minggu (1/9).
BACA JUGA: Taksi Online Bebas Ganjil Genap Perlu Dikaji Ulang
Sementara itu, kata Candra, untuk Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk hanya ramai ketika jam kantor bersamaan dengan banyaknya lampu merah. Meski begitu, kendaraan tetap berjalan meski padat merayap.
BACA JUGA : 28 Ruas Tol Kena Perluasan Ganjil Genap, Alternatifnya dan Bagaimana dengan Motor?
Dia menambahkan, untuk kawasan Gunung Sahari, perluasan ganjil-genap tidak berdampak signifikan dalam mengurangi kepadatan lalu lintas dibanding dengan membangun flyover.
“Solusinya untuk Jalan Gunung Sahari saya pikir Pak Gubernur harus respons ini, solusinya itu flyover seperti di Jembatan Dua dan Jembatan Tiga,” imbuhnya.
Selain itu, Chandra menilai tidak tepat jika penerapan ganjil-genap dianggap mengurangi polusi udara. Sebab, polusi terbanyak bukan disebabkan oleh mobil. Dia menyebut kendaraan roda dua justru menghasilkan emisi lebih banyak.
"Sebetulnya kontribusi mobil itu sedikit karena sistem pembakaran mobil itu hampir mendekati zero emission. Mungkin sepuluh tahun lagi produk mobil zero emissions. Maaf ya, kontribusi sepeda motor untuk emis itu luar biasa," terangnya.
Lebih lanjut, Candra mengusulkan dalam mengatasi masalah polusi, sebaiknya Pemprov DKI membuat gerakan menghijaukan Jakarta ketimbang membuat kebijakan ganjil-genap yang justru merugikan rakyat.
Salah satu perwakilan pedagang Pasar Glodok Eka mengatakan, sejak uji coba perluasan kawasan ganjil-genap yang dimulai pada 12 Agustus 2019 lalu, omzet para pedagang menurun hingga 50 persen.
"Terus terang kami merasa amat sangat dirugikan karena keadaan sekarang udah sepi ditambah lagi ada ganjil-genap maka makin bertambah sepi. Dengan berkurangnya income, dikawatirkan adalah dampaknya akan menjadi dampak domino ke mana-mana," kata Eka.
Dia mengaku meski omzet turun, tetapi operasional perdagangan berjalan dengan normal. Gaji karyawan dan uang sewa bangunan tetap dibayar dengan harga yang biasa. "Dagangan sudah dua minggu sepi, penurunan omset saat uji coba ini menurun hingga 50 persen," sambungnya.
Untuk itu, Eka meminta Pemprov DKI mengkaji kembali perluasan ganjil-genap di kawasan tersebut, pasalnya banyak warga yang dirugikan khususnya para pedagang.
"Harapannya mohon dikaji ulang, apakah ini sebuah kebijakan yang benar-benar membawa dampak yang berguna bagi masyarakat atau tidak. Karena di sini yang akan terimbas akibatnya adalah ami semua masyarakat. Kalau bisa dibatalkan itu lebih baik tapi kalau tidak bisa diundur dulu biar kita mencari solusi yang lebih baik lebih bijak," ucap dia. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah PSI, PDIP Juga Akan Panggil Anies Soal PKL
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga