jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, tidak sepakat dengan pendapat Presiden Joko Widodo, yang menyebut presidential threshold (PT) nol persen akan membuat gaduh perpolitikan nasional.
Fadli menyatakan, dahulu saat Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama didukung menjadi calon kepala daerah Jakarta, mereka juga minoritas dukungan di DPRD.
BACA JUGA: Pengamat Sebut SBY dan Prabowo Mau Bertemu karena Saling Perlu
"Salah itu (bikin gaduh). Itu waktu Pak Jokowi dan Ahok didukung di Jakarta juga minoritas, tidak ada masalah," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/7).
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan PT yang sekarang sesuai dengan kondisi perpolitikan saat ini. Menurut dia, PT 20 persen menjadi penyederhanaan yang sangat penting sekali dalam rangka visi politik Indonesia ke depan. Dengan kondisi politik di Indonesia yang memiliki banyak parpol maka keinginan PT nol persen justru akan membuat gaduh perpolitikan negara.
BACA JUGA: Simak nih, Pak Jokowi Bicara Lagi soal Dana Haji dan Infrastruktur
Nah Fadli Zon mengatakan, besaran PT nol persen tidak akan berpengaruh kepada dukungan di parlemen, mengingat sistem di Indonesia tidak mengenal oposisi murni. Sisi lain, kata Fadli, PT 20 persen juga bisa tidak mendapatkan mayoritas dukungan parlemen.
"Jadi logikanya (Jokowi) tidak masuk. Kalau misalnya yang menang didukung 20 persen, sementara 80 persen tidak mendukung kan sama saja," kata wakil ketua umum Partai Gerindra itu.
BACA JUGA: Kemenag Pastikan Pengelolaan Dana Haji tak Perlu Izin Jemaah
Karena itu, Fadli menegaskan, argumentasi Jokowi tidak tepat. Termasuk pula argumen soal penggunaan PT yang sudah pernah dipakai di sebelumnya. "Harusnya tidak boleh lagi," kata Fadli.
Soal pernyataan Jokowi yang menyindir balik kenapa persoalan PT 20 persen baru ramai sekarang, Fadli justru menganggap logika mantan wali kota Solo itu tidak nyambung. "Itu yang justru saya katakan Pak Jokowi ini enggak nyambung logikanya," katanya.
Fadli menjelaskan, kenapa tidak ramai ketika dua kali penggunaan PT itu dikarenakan pemilunya tidak serentak. "Makanya tidak ramai. Kan (dulu) pemilu legislatif dulu baru pilpres. Pemilu legislatif baru ketahuan hasilnya, baru pilpres," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Jokowi, Please Legawa Menerima Kritik dari Pak SBY
Redaktur & Reporter : Boy