jpnn.com - JAKARTA – Presiden Joko Widodo harus berani mengganti Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya demi menyelamatkan reputasinya di dunia internasional.
Pasalnya, orang yang dipercayanya di kementrian tersebut dianggap tak mampu mengatasi bencana asap di Indonesia yang telah menjadi sorotan dunia akhir-akhir ini.
BACA JUGA: Jokowi-JK Setengah Hati Menjalankan Produk UU di Era SBY
“Jokowi sebagai Presiden harus melakukan evaluasi secara serius terhadap kinerja Menteri KLHK," ungkap pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, Kamis, (22/10).
Dia menilai Menteri KLHK tak memiliki rencana antisipasi dan penanganan kebakaran secara sistemik dan masif. Bahkan, tegas dia, dalam kasus asap cenderung reaktif. Menurut Ubedillah, bicara hutan dan lingkungan hidup adalah sebuah program jangka panjang.
BACA JUGA: Inilah Alasan Kemenkum HAM Belum Bisa Terbitkan SK Baru Pengesahan Golkar dan PPP
“Ini yang tak terlihat dalam satu tahun kinerja Menteri Siti,” ungkapnya.
Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo meminta negara harus sadar kebakaran hutan kali ini bukan hal yang biasa. Menurutnya, kebakaran ini bersifat masif dan sistematis. “Masif karena ini terjadi dimana-mana. Sistematis karena kasus kebakaran beruntun dari Sumatera hingga Papua,” kata Firman.
BACA JUGA: Gatot Minta Bantuan Rio Lobi Jaksa Agung, Prasetyo: Tanya Gatot Sana
Diduganya ada yang mendesain kasus kebakaran ini dengan menjastifikasi kemarau yang panjang. Apa motivasi mendesain kebakaran hutan dan lahan? Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu, motivasinya adalah masalah politik ekonomi.
Lahan yang terbakar sebagian di area perkebunan kepala sawit dan hutan produksi untuk pembuatan kertas.
“Sawit itu akan jadi pesaing jenis minyak nabati lain yang sebagian besar diproduksi oleh negara lain. Karena itu, asing melalui berbagai perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Norwegia, berusaha mematikan potensi nasional,” katanya.
Diingatkannya pemerintah untuk objektif dan jangan asal menuduh apalagi memvonis perusahaan melakukan pembakaran tanpa memverifikasi terlebih dahulu.
Anggota Komisi I DPR Syaefullah Tamliha mengingatkan pemerintah tidak bisa hanya menyalahkan perusahaan sawit. Ia menilai perusahaan-perusahaan sawit itu hanya terkena ekses dari munculnya kebakaran.
Sebelumnya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia di Provinsi Riau mengaku merugi sekitar Rp 7,2 triliun terutama akibat berkurangnya produktivitas, dan bertambahnya biaya operasional akibat asap melanda sejak dua bulan terakhir.
"Asap berasal dari kebakaran lahan dan hutan itu kini lebih besar dari tahun 2014, walaupun hotspot di Riau relatif minim dibandingkan provinsi lain," kata Saur Sihombing, pengurus Gapki Riau di Pekanbaru, beberapa waktu lalu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saat Bertemu Jokowi, Ratu Denmark Bilang Ingin Tahu Lebih Banyak soal Batik
Redaktur : Tim Redaksi