Pak Jokowi, Mohon Segera Teken Rancangan PP PLB

Rabu, 25 November 2015 – 14:33 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita berharap  Presiden Joko Widodo segera meneken Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pusat Logistik Berikat (PP PLB) menjadi PP. Pasalnya, saat ini sudah memasuki penghujung akhir tahun 2015.

Sementara, proses perumusan Rancangan PP PLB itu sudah mencapai tahap akhir dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden Jokowi.

BACA JUGA: Pengusaha dan Investor Wajib Baca!

Zaldi mengatakan, PP dimaksud sangat ditunggu para pelaku bisnis di Tanah Air. Selain memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi, implementasi beleid tersebut dengan percepatan pembangunan PLB digadang-gadang akan mampu mengurangi biaya logistik khususnya komoditas impor hingga 30 persen.

Di sisi lain, percepatan pembangunan PLB ini juga sangat penting mengingat akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean pada awal 2016, terutama untuk mengefisienkan aktivitas perdagangan internasional.

“Kita memang sangat kecewa dengan lambannya pemerintah melakukan implementasi program-program yang berkaitan dengan logistik. Kita semua tahu bahwa masalah utama di Indonesia adalah tingginya biaya logistik,” ujar Zaldy Ilham Masita saat dihubungi di Jakarta, Rabu (25/11).

BACA JUGA: Antara Peran Swasta, Tata Kelola Gas, dan Semangat Jokowi

Dikatakan Zaldy, selama ini Presiden Jokowi sendiri yang sering mengkritik masih tingginya biaya logistik di Indonesia. Bahkan Presiden menegaskan bahwa Indonesia tengah menggenjot kinerja logistik nasional, salah satunya dengan mendorong pembangunan vkawasan industri sebagai PLB. Presiden menekankan pentingnya integrasi antara pelabuhan dan kawasan industri agar biaya logistik dapat ditekan.

Sayangnya, kata Zaldy, fakta di lapangan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan pemerintah. Seharusnya pemerintah memahami bahwa pengembangan kawasan industri menjadi PLB juga merupakan solusi untuk meningkatkan daya saing Indonesia sebagai tempat berinvestasi. Karena itu, “Jika pembangunan PLB terus tertunda, tentu akan memberatkan pelaku usaha nasional pada saat MEA diberlakukan,” ujarnya.

Zaldy menilai, PLB ini merupakan kawasan yang sangat strategis bagi Indonesia untuk menjadi pusat logistik di Asean. Indonesia sebagai negara yang ekonominya terbesar di Asean sangat memalukan kalau sampai tidak bisa menjadi pusat ekonomi Asean.

BACA JUGA: Cinta Produk Dalam Negeri, Pak SBY dan Ibu Ani Borong Kerupuk Kesukaan Keluarga

Untuk menjadi pusat ekonomi, Indonesia harus menjadi pusat logistik terlebih dahulu. Itulah pentingnya keberadaan PLB. “Sayangnya, hingga saat ini beleid soal PLB belum juga diteken. Cuma beleid ini saja yang menjadi paket deregulasi yang berdampak langsung pada logistik. Mulai dari paket kebijakan 2 keluar sampai sekarang belum juga disahkan menjadi PP. Kami minta pemerintah untuk serius dalam memberikan deregulasi pada sektor logistik,” tegasnya.


Harapan yang sama disampaikan Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismi. Dia menilai, lambannya pemerintah mengesahkan PP PLB akan banyak dampak negatif yang ditimbulkannya.

Salah satunya, terkait mundurnya pembangunan gudang kapas yang digadang-gadang akan mampu memperbaiki sistem pengadaan kapas nasional. “Pemerintah terlalu lamban. Padahal, pelaku industri tekstil dan produk tekstil sudah menunggu dan siap menjadikan gudang kapas yang rencananya dibangun di kawasan Cikarang Dry Port menjadi pusat logistik untuk pengadaan kapas nasional,” ujar pria yang akrab dipanggil Inov ini.

Dampak negatif lainnya, lanjut Inov terkait semakin dekat diberlakukannya MEA. Kebijakan mengenai buffer stock ini sudah sangat mendesak mengingat Vietnam tengah mengambil langkah cepat dengan menyiapkan fasilitas tersebut.

“Jika Indonesia tidak bisa memanfaatkan momentum saat ini secara tepat dan cepat, maka Vietnam akan menjadi poros utama untuk kapas di era Masyarakat Ekonomi ASEAN,” ujarnya.

Padahal, dengan memindahkan stok kapas ke dalam negeri, bukan lagi di Malaysia akan banyak manfaat yang bisa diperoleh, baik oleh industri TPT nasional maupun masyarakat dan juga pemerintah. Khususnya bagi 285 perusahaan spinning nasional untuk mendapatkan bahan baku kapas guna memproduksi benang dengan kualitas dan standar yang terkontrol dan terjamin.

“Ini membuat supply chain antar-industri hulu-hilir di TPT nasional berjalan optimal, dan proses logistiknya pun terintegrasi dan terstruktur,” ujarnya.

Perkiraan Inov, pada tahap awal, dengan stok kapas ada digudang di Indonesia, sekitar 30% jual-beli kapas akan dilakukan di Indonesia dengan nilai sekitar US$400 juta. Kondisi tersebut akan terus bertambah sesuai dengan produksi benang oleh industri spinning nasional dalam memenuhi kebutuhan industri hilirnya, yaitu industri pembuat kain dan industri pakaian jadi.

“Sekarang tinggal menuggu implementasi dari PP PLB tersebut. Semakin cepat terealisasi, maka akan semakin mempercepat Indonesia menjadi  poros utama untuk kapas di era Masyarakat Ekonomi ASEAN,” ujarnya. (rl/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Kedaulatan Energi, Ini Saran Effendi Simbolon


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler