jpnn.com, JAKARTA - Penambahan anggaran belanja alutsista yang dibiayai utang luar negeri mendapat kritik dari dosen hubungan internasional FISIP Universitas Nasional (Unas) Robi Nurhadi.
Tindakan tersebut memberi pesan negatif kepada negara-negara sekitar Indonesia.
BACA JUGA: Timnas AMIN Soroti Anggaran Kemenhan yang Tidak Transparan dan Penuh Kejanggalan
“Arm race atau perlombaan senjata akan terjadi di kawasan Asia Tenggara dan sebagian Pasifik,” ujar Robi Nurhadi, Senin (4/12).
Robi mengatakan bahwa pada masa damai, laju anggaran pertahanan suatu negara biasanya berbanding lurus dengan pendapatannya.
BACA JUGA: Penjelasan Kemenhan soal Kebocoran Data Akibat Peretasan
Belanja pertahanan melebihi kemampuan fiskal umumnya dilakukan oleh negara-negara yang sedang konflik atau sedang perang.
“Jadi, kalau peningkatan anggaran bersumber pada utang luar negeri, maka Indonesia sedang memberi sinyal adanya ancaman yang menjadi kebutuhan mendesak akan penguatan sistem pertahanannya,” papar peraih gelar doktor dari Pusat Studi Sejarah, Politik dan Strategi Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) itu.
BACA JUGA: Sarat Kepentingan Politik, Kenaikan Anggaran Kemenhan Sebaiknya Ditunda
Masalahnya, apa betul Indonesia sedang menghadapi potensi ancaman yang begitu serius, sehingga harus menambah utang demi membiayai penguatan alutsista?
“Saya melihat Indonesia baik-baik saja dalam konteks hubungan internasional dan dinamika politik global. Situasi lingkungan pertahanan kita relatif on control. Fakta yang riil saat ini adalah Indonesia sedang menuju Pilpres 2024 yang tinggal dua bulan lagi,” jawab Robi.
“Dengan tindakan peningkatan anggaran pertahanan seperti itu, profil politik luar negeri Indonesia mengarah ke deliberative style. Itu akan meningkatkan ketegangan politik di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya,” tandas mantan Tim Ahli Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif