jpnn.com, JAKARTA - Pakar Mekanisasi Pertanian dan Pertanian Presisi dari Balai Besar Standarisasi Mekanisasi Pertanian (BSIP Mektan) Dr. Elita Rahmarestia mengatakan kontribusi teknologi Alat Mesin Pertanian untuk menekan waktu kerja, penurunan biaya, meningkatan produksi, dan menurunkan losses dalam usahatani.
Hal itu diungkapkan Dr. Elita Rahmarestia menanggapi pernyataan pengamat pertanian, Dwi Andreas Santoso yang meragukan manfaat investasi teknologi dan mekanisasi pertanian di Indonesia.
BACA JUGA: Kementan Paparkan Program Andalan 2024 Melalui MSPP
Menurut dia, pemanfaatan teknologi mekanisasi sebagai solusi dalam menurunkan ongkos produksi sekaligus upaya maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
“Penggunaan Alsintan di Indonesia dalam usahatani meningkatkan efisiensi waktu kerja hingga 97,4 persen, dan menurunkan biaya kerja hingga 40 persen. Begitupun penggunaan Alsintan pada waktu tanam, efisiensi waktu kerjanya mencapai 98 persen dan menurunkan biaya kerja hingga 20 persen, serta mampu meningkatkan provitas 5-10 persen," kata dia di Serpong, Selasa (30/1/2024).
BACA JUGA: Inilah Langkah Strategis Kementan Mengatasi Masalah Pangan
"Pada aktivitas panen, petani bisa meningkatkan efisiensi waktu kerja hingga 98,6 persen, menurunkan biaya kerja hingga 26,9 persen dan menekan losses 3,5 -5,5 persen," sambungnya.
Data lapangan tersebut, membuktikan teknologi pertanian telah di mplementasikan dan wajib didukung mengatasi persoalan biaya tenaga kerja dan biaya produksi di pertanian.
BACA JUGA: Tolak Impor Beras, Partai Buruh Gelar Aksi di Depan Kementan
Lebih lanjut, dia menyayangkan jika ada pengamat Professor yang tidak paham dan berstatment tanpa melihat penerapan teknologi di Indonesia.
Di lapangan padahal terbukti mekanisasi berperan dalam penurunan biaya produksi dan penurunan biaya kegiatan usahatani.
"Kami sangat sayangkan pengamat pertanian Dwi Andreas Santoso yang bukan ahli mekanisasi pertanian mengatakan investasi teknologi pertanian Indonesia saat ini belum maksimal meningkatkan produksi dan menekan biaya," tegasnya.
Elita mengungkapkan, berdasarkan fakta lapangan, penggunaan mekanisasi Indonesia terbukti mampu meningkatkan efisiensi pengolahan lahan yang menyempit akibat konversi.
Mekanisasi juga membuat usaha tani lebih menguntungkan karena mampu menurunkan losses hasil panen.
Dia pun mencotohkan perbandingan mekanisasi dengan pertanian manual bisa dilihat melalui data lapangan usaha tani padi yang dihimpun melalui petugas lapangan.
"Penggunaan mekanisasi untuk mengolah tanah, mampu mempercepat proses produksi dan hanya dikerjakan 2 orang yang semula 20 orang untuk satu hektarnya," ungkapnya.
Dia mengatakan dari fakta bahwa Prof Dwi Andreas jelas tak memahami arti mekanisasi dan sejarah perkembangan teknologi pertanian di Indonesia selama 10 tahun terakhir ini, dan tidak paham perbedaan pertanian tradisional versus modern.
Saat ini, lanjut Elita, waktu menggarap lahan hanya sekitar 2 jam orang kerja dengan ongkos produksi yang sangat kecil, yaitu sebesar Rp 900 ribu per hektare.
Sementara jika dibandingkan pola manual, jumlah pekerja satu hektarenya mencapai 40 orang atau jika dihitung sekitar 400 jam orang kerja.
Elita menjelaskan perlunya melihat sebuah proses produksi secara makro, tidak hanya melihat penggunaan alsintan.
Faktor teknis produksi lainnya tidak dapat diabaikan sebagai cost produksi, yakni prasarana lahan dan irigasi, benih, pupuk, pestisida, mekanisasi hingga faktor pasca-panen.
"Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sudah mendistribusikan bantuan mekanisasi sejak 2015 hingga 2021. Untuk bantuan traktor roda empat mencapai 13.878 unit, traktor roda dua 152.779 unit, pompa air 121.574 unit, rice transplanter 20.653 unit dan hand spayer mencapai 167.142 unit," ungkap Elita.
Bantuan yang diberikan pemerintah tersebut, berdampak positif terhadap peningkatan level mekanisasi Indonesia yang dulunya level mekanisasi hanya 0,5 HP/ha di tahun 2015, menjadi 1,8 HP/ha di tahun 2017, dan terus meningkat hingga mencapai 2,1 HP/ha pada 2021.
“Faktor ini Jika dibandingkan angka di tahun 2015 ke 2021, maka level mekanisasi di Indonesia meningkat signifikan hingga 320 persen,” bebernya.
Saat ini, lanjut Elita, Indonesia juga meningkat sejajar dengan Thailand yang merupakan salah satu negara kuat sektor pertanian di kawasan Asia dengan level mekanisasi di angka 2,1 horsepower per hektare.
Ke depan pemerintah akan terus menggenjot pertanian modern hingga Indonesia mampu setara dengan Jepang yang telah mencapai 6 horsepower per hektar.
Sebagai informasi, saat ini potensi industri alat dan mesin pertanian di Indonesia cukuplah besar. Saat ini saja industri mekanisasi pertanian berskala besar mencapai 3 perusahaan dengan kapasitas produksi mencapai 955.550 unit dan perusahan kapasitas menengah mencapai 30 dengan kapasitas produksi 135.000 unit.
Untuk industri skala kecil atau bengkel alsintan mencapai 1.063 dengan kapasitas produksi 15.000 unit.
Adapun jenis alsintan yang diproduksi meliputi engine, traktor, dryer, combine harvester, pompa air, mesin pengering, threster dan pemipil jagung. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Mengajak Petani & Penyuluh Kenali Pupuk Asli dan Palsu
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian