jpnn.com, JAKARTA - Rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang kembali mencuat seiring adanya surat yang dikirimkan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Agustus 2022.
Dosen Ilmu Politik Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta Sri Yunanto menilai perubahan tersebut tidak diperlukan dan tidak relevan.
BACA JUGA: Al Araf Mengkritisi Rencana Pembentukan DKN & Revisi UU TNI
Ada tiga alasan mendasar yang diungkapkan Sri Yunanto kenapa pembentukan DKN tidak diperlukan dan tidak relevan.
Pertama, kondisi dan kinerja lembaga-lembaga di bidang keamanan saat ini sudah baik.
BACA JUGA: Kukuhkan DKN-DKW Garda Bangsa, Gus Ami: Warna Anak Muda Bakal Menangkan PKB ke Depan
Hal ini bisa dilihat dari kondisi keamanan dan ketertiban maupun dalam hal respon lembaga kemanan dalam merespon sejumlah masalah dan ancaman.
“Indikator keamanan kita saat ini kan baik-baik saja. Coba kita lihat dari national security, misalnya masalah Laut China Selatan, ya parsial aja sudah dihadapi dengan baik. Begitu juga masalah terorisme, kan juga ditangani dengan baik. Artinya, negara saat ini baik-baik saja tanpa adanya DKN. Maka sebaiknya ini jangan diubah dulu. Lebih baik optimalkan saja yang sudah ada,” kata Sri Yunanto dalam kesempatan wawancara di Jakarta, Rabu (28/09).
Indikator keamanan yang bagus juga bisa dilihat dalam masalah ketertiban masyarakat maupun penanganan keamanan dalam bidang sosial politik.
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Pertanyakan Urgensi Pembentukan DKN
Tidak hanya itu, dalam merespon berbagai tantangan kedaruratan, lembaga-lembaga yang ada saat ini juga sudah baik.
Misalnya dalam merespon darurat kebencanaan maupun darurat pandemi Covid-19, semua tertangani dengan baik.
Jadi, kalau semua sudah berjalan dengan baik, tidak diperlukan lagi lembaga baru seperti DKN.
Apalagi, lembaga ini akan merombak tatanan kelembagaan yang sudah ada saat ini.
“Karena kalau ada DKN nanti ada perubahan sistem yang sangat fundamental. Ini besar dampaknya. Apalagi kita sedang menghadapi banyak tantangan dan hajatan politik seperti Pemilu serentak pada 2024 yang tentunya sangat berat,” kata Sri Yunanto.
Alasan kedua, kata Sri Yunanto, DKN tidak diperlukan karena fungsi-fungsi dasarnya sudah dijalankan dengan baik oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Hukum (Kemenko Polhukam).
Secara substansi, DKN bertujuan untuk menkoordinasi semua lembaga di bidang keamanan dan ketahanan.
Saat ini, tujuan itu sudah tercapai dengan adanya Kemenko Polhukam.
“Fungsi-fungsi DKN itu sudah dilakukan, sudah dijalankan oleh Kemenko Polhukam. Itu sama fungsinya. Semua dikordinasikan di situ soal ancaman keamanan dan ketahanan. Nah, kalau fungsi dan tujuan utama sudah tercapai, buat apalagi membentuk DKN? Maka tidak diperlukan dan tidak revelan lagi,” kata Sri Yunanto.
Sedangkan alasan ketiga adalah alasan yuridis. Lembaga-lembaga di bidang keamanan dan ketahanan yang ada saat ini dibentuk lewat Undang-Undang. TNI dasarnya UU, begitu juga Polri juga UU.
Sementara, DKN yang dimaksudkan sebagai lembaga induk, yang mengatur dan mengkoordinasi semua lembaga di bidang keamanan dan ketahanan akan dibuat lewat Perpres. Ini bermasalah secara hukum.
“Persoalan DKN itu persoalan strategis. Itu bukan hanya hitung-hitungan sementara. Kalaupun harus dibuat, itu harus lewat UU. Pertanyaannya, dengan waktu yang sempit di akhir rezim Pak Jokowi ini, apakah tepat diusulkan sekarang?" tuturnya.
Dengan tiga alasan itu, Sri Yunanto meminta semua pihak untuk sadar bahwa untuk memperbaiki masalah keamanan dan ketahanan, bukan dengan membentuk lembaga baru bernama Dewan Keamanan Nasional.
Melainkan dengan mengoptimalkan lembaga yang sudah ada.
“Kondisi keamanan saat ini sudah baik dan kinerja lembaga-lembaga dalam bidang keamanan dan ketahanan juga sudah baik. Jadi tidak lagi perlu lembaga baru. Tinggal dioptimalkan saja lembaga dan kinerja yang sudah berjalan saat ini. Apalagi DKN ini akan mengubah secara mendasar sistem dan lembaga yang ada saat ini. Ini tidak perlu. Karena perubahan radikal butuh penyesuaian yang tidak mudah, dan belum tentu berhasil,” kata Sri Yunanto. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif