Pakar: Boleh Membenci Tapi Jangan Menjebak Novanto

Kamis, 10 Desember 2015 – 22:03 WIB
Ketua DPR RI Setya Novanto. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan jika alat bukti hukum diperoleh secara ilegal maka yang akan terjadi adalah anarkisme dan hukum tidak berlaku. Karena itu, Profesor Asep menekankan pentingnya sebuah alat bukti yang diperoleh melalui proses hukum yang benar.

“Dalam kasus Papa Minta Saham, jika rekaman oleh Presdir Freeport dijadikan alat bukti hukum, yang akan terjadi adalah kekacauan hukum. Siapapun bisa merekam pembicaraan apapun dan kemudian dijadikan alat bukti. Maka ini tinggal tunggu saja waktu terjadi anarkisme, dimana hukum tidak akan berlaku lagi,” kata Asep Warlan Yusuf, saat dihubungi, Kamis (10/12).

BACA JUGA: Hiks...Bang Mandra Mohon Tidak Dibabat

Menurut Asep, masyarakat boleh saja tak suka perilaku para politisi seperti Setya Novanto, namun hukum tetap harus dijalankan sesuai koridornya.

“Jangan karena benci pada Setya Novanto lalu melegalkan sesuatu yang dilarang oleh hukum,” tegasnya.

BACA JUGA: Penuhi Panggilan Bareskrim, Novel Baswedan Santai

Kalau pengusaha boleh diam-diam merekam Ketua DPR, Asep mempertanyakan, apa kira-kira yang akan dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat yang tidak disukainya?

“Semua orang bisa dijebak. Jangankan oleh penguasa, oleh kawan sendiri atau saudara sendiri pun bisa saling jebak. Kalau memang Setya Novanto dianggap melanggar hukum, maka lakukan proses hukum yang benar,” pintanya.

BACA JUGA: Rp 950 Miliar untuk Rusun Pasar Rumput

Sebagai contoh, menurut Asep, seorang pejabat didatangi seorang yang minta bantuan agar proposal proyeknya di tempat pejabat yang bersangkutan digoalkan. Karena ketimurannya dan berbasa-basi, pejabat mengiyakan permintaan temannya. Tanpa sepengetahuan si pejabat, temannya merekam pembicaraan tersebut.

“Ketika janji basa-basi itu tidak direalisasikan, sang teman pun marah dan kemudian melalui pihak ketiga membongkar rekaman tersebut dengan tuduhan bahwa sang pejabat wanprestasi atau malah dituduh menjanjikan sesuatu yang masuk ranah korupsi. Orang kan tidak tahu, bahwa pejabat itu hanya basa-basi ketika menjanjikan,” katanya.

Atau sebaliknya, seorang pejabat yang merekam teman pengusahanya. “Kalau pejabat tidak suka, maka permintaan proyek oleh seorang teman, bisa dijadikan alat bukti pemerasan. Kalau seperti ini, dimana semua orang bisa merekam dan menjadikan hal ini alat bukti. Repot semuanya,” katanya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... IJW : Jaksa Agung Ngawur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler