jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) mestinya tidak menentukan kapan seharusnya pelaksanaan Pemilu serentak dilaksanakan.
"Sama halnya dengan Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres yang mengatur presidential threshold diserahkan kepada Presiden dan DPR, MK mestinya juga tidak menentukan kapan Pemilu serentak itu mulai dilaksanakan," kata Asep Warlan Yusuf, saat dihubungi wartawan, Jumat (24/1).
BACA JUGA: KPU Pamer Sistem Pemilu ke Dubes Singapura
Asep berpandangan pembacaan putusan MK terkait uji materi UU Pilpres menjelang Pemilu sementara putusannya sudah ada sejak lama, adalah bentuk upaya MK mengakomodir kepentingan tertentu.
"Saya melihat sebenarnya MK pada prinsipnya setuju dengan Pemilu serentak, tapi tidak untuk 2014. Mereka nampaknya ingin mengumumkan hal itu selepas Pemilu 2014 ini, namun karena desakan publik, mereka terpaksa membacakannya sebelum Pemilu 2014 dengan syarat berlaku di Pemilu 2019 nanti," ujarnya.
BACA JUGA: NasDem Tolak Saksi Parpol Dibayari Negara
Selain itu, Asep menyatakan Ketua MK, Hamdan Zoelva adalah kader Partai Bulan Bintang (PBB) pernah melakukan upaya judicial review batasan presidential threshold ini sebelum menjadi hakim MK bersama Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum PBB. Namun kata Asep, upaya itu selalu kandas dan ditolak oleh MK.
"Jadi wajar juga kalau MK yang kini dipimpin oleh Hamdan menerima upaya judicial review ini, karena prinsipnya Hamdan selalu menolak pasal presidential threshold," imbuhnya. (fas/jpnn)
BACA JUGA: Polri Sudah Mikirin Pengamanan Pemilu 2019
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Ingatkan Pemenang Tender tak Main Pelicin
Redaktur : Tim Redaksi