Pakar Hukum: Jaksa Perkara Ahok tidak Pantas Banding

Rabu, 24 Mei 2017 – 16:18 WIB
Jaksa penuntut umum (JPU) Ali Mukartono saat membacakan surat tuntutan pada persidangan atas Basuki T Purnama dalam perkara penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Kamis (20/4). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum perkara penodaan agama terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah mengajukan memori banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Selanjutnya, akan diterusan ke Pengadilan Tinggi DKI.

Jaksa ingin menguji ketepatan pasal yang memang harus diterapkan dalam perkara Ahok.

BACA JUGA: Ahok Cabut Banding tapi kok Jaksa Penuntut Umum Tetap Lanjut?

Terlebih lagi vonis itu lebih berat dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut agar hakim menjatuhkan putusan satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.

Namun, pengamat hukum dari Universitas Indonesi Andri W Kusuma, menilai langkah banding oleh jaksa itu justru mencederai hukum acara.

BACA JUGA: Ahok Cabut Banding, Pernyataan Djarot Ini Bikim Adem

"Jaksa tidak pantas banding," tegas Andri kepada wartawan, Rabu (24/5).

Menurut Andri, jika jaksa melakukan banding , justru telah mengakui melakukan kesalahan sejak menerima berkas dari kepolisian dengan menyatakan P21 alias lengkap.

BACA JUGA: Awas! Skenario Playing Victim di Balik Pencabutan Banding Ahok

Ketika menyatakan berkas P21, jaksa mengetahui dan 'mengamini' terdapat dua pasal yang digunakan untuk menjerat Ahok dalam dakwaan.

Yakni, pasal 156 a KUHP dan 156 KUHP tentang Penodaan Agama. Namun, dalam persidangan jaksa justru hanya menuntut Ahok menggunakan pasal 156 KUHP saja.

Jika banding, sudah tentu JPU ingin majelis PT DKI menggunakan pasal 156 KUHP, bukan 156a KUHP. Padahal, sekali lagi, pasal 156a KUHP juga dipakai sejak tahap P21 hingga saat dakwaan.

"Kalau Jaksa memang menganggap Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a, maka sebelum menyatakan P21 maka ada mekanisme P18 dan P19 dan ini dominis litisnya jaksa," papar Andri.

Menurut Andri, kalau memang pasal 156a dianggap tidak terpenuhi unsurnya, maka seharusnya sejak awal jaksa bisa meminta penyidik untuk mengeluarkan pasal itu dari berkas penyidikan.

Namun, jaksa justru mengeluarkan P21 yang artinya terhadap sangkaan pelanggaran tindak pidana pasal 156 a dan 156 KUHP telah terdapat dua alat bukti yang cukup sebagai bukti permulaan yang dituangkan dalam dakwaan.

Di sinilah, kata Andri, jaksa wajib mempertanggungjawabkan P21 yang kemudian dituangkan ke dalam dakwaan.

Tentunya, dengan menuntut dua pasal tersebut dengan urutan dimulai dari pasal dengan hukuman atau sanksi yang terberat. "Jaksa wajib menuntut berdasarkan yang terberat," paparnya.

Kesalahan kedua jaksa, lanjut Andri, adalah saat menuntut Ahok dengan menggunakan pasal yang rendah hukumannya atau sanksinya yakni 156 KUHP.

"Dan yang dilakukan hakim justru meluruskan kembali kesalahan jaksa itu," ujarnya.

Menurut Andri, mahkota dalam sebuah perkara pidana itu adalah dakwaan. Dalam dakwaan Ahok jelas jaksa menggunakan kedua pasal tersebut yakni pasal 156 dan 156a KUHP. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Batal Banding, Ini Respons Fadli Zon


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler