jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pakar hukum menyarankan Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI) Adelin Lis untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Saran itu disampaikan Pakar Hukum Kehutanan Sadino dan Guru Besar Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad, dalam acara anotasi putusan Adelin Lis yang digelar di Jakarta Selatan, Jumat (10/11).
BACA JUGA: Tanggapan Gibran soal Putusan MK yang Dinilai Cacat Hukum
Keduanya menilai ada kekeliruan hakim di saat menghukum Adelin Lis sepuluh tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam kasus penebangan liar.
"Dia dituduh melakukan illegal loging, sedangkan ilegal itu jelas seharusnya tidak punya izin, tetapi Adelin Lis punya izin yang lengkap," kata Sadino.
BACA JUGA: Duit Haram AQ Mengalir ke Madura United? Begini Analisis Pakar Hukum
Dia menambahkan di tingkat Pengadilan Negeri, Adelin Lis diputus bebas lantaran yang bersangkutan hanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Kehutanan.
Berdasarkan aturan tersebut, Adelin hanya diberikan sanksi administrasi dan biayanya juga sudah dibayarkan.
BACA JUGA: Mahfud Singgung Hukum Tak Boleh Jadi Alat Mengalahkan Orang Lain
Sementara di tingkat kasasi dan PK, Adelin dihukum sepuluh tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Namun, terdakwa lainnya diputus bebas, yakni Oscar A Sipayung selaku Direktur Utama PT KNDI dan Washington Pane sebagai Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI.
"Kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, seharusnya yang paling bertanggung jawab itu Direktur Utama," papar Sadino.
Suparji Ahmad menambahkan putusan tersebut mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Sebab, Adelis Lis sempat dinyatakan bebas, bukan lepas. Artinya, terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi.
"Tetapi ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis, dihukum sepuluh tahun. Jadi, ada kontradiksi," papar Suparji.
Karena itu, Suparji mendorong Adelin Lis mengajukan PK yang kedua. Berdasarkan aturan, PK boleh diajukan lebih dari satu kali selama terpidana atau ahli warisnya merasa ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum atau bukti baru.
"Dalil paling signifikan adanya kekeliruan dan kekhilafan hakim. Karena kasusnya adalah pelanggaran administrasi, jadi yang dipakai UU Kehutanan bukan UU Tindak Pidana Korupsi," paparnya.
Selain itu, Suparji menyebut surat tertulis dari mantan Menteri Kehutanan MS Kaban bisa dijadikan novum. Karena dalam suratnya, dijelaskan perbuatan Adelis Lis masuk kategori pelanggaran administrasi berdasarkan UU Kehutanan.
"Dan itu bisa jadi novum untuk PK dan menjadikan peluang Adelin Lis mendapat keadilan lebih besar," pungkasnya.
Sekadar diketahui, MA mengabulkan Kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas vonis bebas Adelin Lis. Dia dihukum sepuluh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
MA juga menghukum Adelin Lis membayar uang pengganti Rp 119.802.393.040 dan USD 2.938.556. Jika dalam waktu sebulan uang tidak dibayar, maka Adelin dikenai hukuman lima tahun penjara. Adelin Lis kemudian mengajukan PK, tetapi ditolak.
Dengan putusan ini, maka MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan No 2240 Bid B tahun 2007 yang menjatuhkan vonis bebas pada Adelin Lis. (Tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR Bamsoet Dorong Peningkatan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Tidak Tetap
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga