Pakar Hukum Sebut Audit Kerugian Kasus Helikopter AW-101 Seharusnya Dihitung oleh BPKP

Jumat, 17 Februari 2023 – 23:55 WIB
Margarito Kamis. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Tata Hukum Negara Margarito Kamis menilai audit kerugian negara terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 seharusnya dilakukan oleh BPKP.

Menurutnya, audit kerugian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus itu tampak memaksakan kasus ini.

BACA JUGA: Jaksa Sebut Terdakwa Korupsi Helikopter AW Perkaya eks KSAU Agus Supriatna, Sebegini Nilainya

“Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan audit. Kami tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan. Begitu hukum bobrok, habis bangsa ini," kata Margarito dalam sebuah diskusi Total Politik, Kamis (16/2).

Margarito menilai KPK seharusnya menerapkan prinsip-prinsip hukum yang baik.

BACA JUGA: Anggap John Irfan Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU, Jaksa Tuntut 15 Tahun Penjara

Dia mengecam upaya lembaga hukum yang mengkriminalisasi pihak yang sebenarnya tidak bersalah.

“Terkait nama baik yang tercemar karena proses hukum, suka atau tidak suka, penegakan hukum harus ditakar dengan prinsip-prinsip yang beres dulu. Jadi tidak boleh serampangan," kata dia.

BACA JUGA: KPK Panggil Eks KSAU Agus Supriatna dalam Sidang Korupsi Helikopter AW-101

Diskusi ini dimoderatori oleh Budi Adi Putro dan Ari Putra dihadiri narasumber Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW), Wayan Sudirta (Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan), dan Ali Fikri (Juru Bicara KPK).

Ali Fikri mengatakan penghitungan kerugian negara merupakan hal teknis yang bisa dibuktikan di persidangan.

Di sisi lain, praktisi hukum Pahrozi menilao putusan MK Nomor: 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 tidak dapat dijadikan landasan hukum sebagai dasar KPK untuk melakukan audit perhitungan kerugian negara sendiri. Sebab, permohonan itu, amarnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga tidak ada norma hukum baru atas putusan yang menolak permohonan tersebut.

Pahrozi juga menjelaskan konteks permohonan Nomor: 31/PUU-X/2012 kepada MK ialag keberatan pemohon terkait ketentuan Pasal 6 huruf a dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 30 Tahun 2002) sepanjang frasa Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Artinya dengan ditolaknya permohonan tersebut tidak ada perubahan apa pun terhadap norma yang diadukan pengujian tersebut.

“Dengan digunakannya putusan MK Nomor: 31/PUU-X/2012 sebagai dasar untuk melakukan audit perhitungan kerugian negara, menunjukkan bahwa KPK memang tidak berwenang melakukan audit perhitungan kerugian negara sehingga berupaya mencari landasan hukum untuk melegitimasi audit tersebut, termasuk menjadikan peraturan internal KPK sendiri sebagai dasar hukum,” kata dia. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenderal Andika: TNI tak Pernah Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi Helikopter AW-101


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler