Pakar Hukum Tegaskan Indonesia Adalah Negara Hukum, Bukan Negara Pajak

Jumat, 31 Mei 2024 – 17:47 WIB
Sidang gugatan PT Arion Indonesia melawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali dilaksanakan di Pengadilan Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2024). Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Pajak, Jakarta Pusat kembali menggelar sidang gugatan PT Arion Indonesia melawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kamis (30/5/2024).

Pada sidang kali ini, Pakar Hukum Alessandro Rey menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara pajak melainkan negara hukum.

BACA JUGA: Otak-Atik Pajak hingga APBN ala Sri Mulyani Demi Makan Bergizi Gratis

DJP, yang diwakili oleh Tim Sidang Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III, berdalih bahwa tidak ada akibat hukum perpajakan apabila SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan) disampaikan lewat waktu.

Mereka menganggap hal ini sebagai kesalahan yang umum terjadi dalam praktik lapangan.

BACA JUGA: Penjelasan Siswanto soal Penggeledahan Kantor BPKD Aceh Barat terkait Korupsi Pajak

Namun, Alessandro Rey, yang juga hadir sebagai saksi ahli, menegaskan bahwa dalam negara hukum, kesalahan sekecil apa pun tidak boleh dianggap lumrah hanya karena tidak ada akibat hukum, seperti keterlambatan SPHP yang tidak ada sanksi dalam UU KUP maupun PMK.

"Jika putusan tidak dilaksanakan dengan prosedur yang tepat, keputusan tersebut dianggap tidak sah dan cacat prosedur," jelas Rey.

BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi Pajak, Jaksa Geledah Kantor BPKD Aceh Barat

Ia menambahkan bahwa jika DJP terus berdalih tidak melanggar hukum meskipun penyampaian SPHP lewat waktu, maka bisa dikatakan DJP tidak mengakui Indonesia sebagai negara hukum, melainkan hanya sebagai negara pajak.

Rey mempertanyakan apakah pengadilan akan tetap membiarkan keputusan yang tidak sah. Ia mengatakan bahwa Hakim tidak boleh mengesampingkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dengan alasan bukan termasuk dalam Hukum Perpajakan

"Sudah diakui melanggar tapi tidak dibatalkan. Ini terjadi kontralegis dalam negara hukum. Mana ada negara hukum yang membiarkan pelanggaran? Tidak ada sejarahnya. Sekali lagi, negara kita adalah negara hukum bukan negara pajak," tegas Rey.

Rey juga menyoroti DJP yang hanya merujuk pada Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP, yang memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membatalkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) jika terdapat ketidaksesuaian dalam penerbitan SPHP sesuai batas waktu.

Ia mengkritik bahwa DJP hanya fokus pada satu pasal dalam UU KUP tanpa mempertimbangkan aspek lain, seperti ketentuan dalam UU Administrasi Pemerintahan (UU AP), yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembatalan SKP.

Rey berharap majelis hakim Pengadilan Pajak dapat mempertimbangkan argumen yang disampaikan dalam sidang ini untuk memberikan keputusan yang tepat sesuai dengan prinsip negara hukum. 

"Indonesia adalah negara hukum, bukan negara pajak," pungkas Rey.

Di sisi lain, tindak tanduk DJP yang kontroversial makin memperkuat argumen Rey. Kasus-kasus yang melibatkan pegawai pajak seperti penipuan dan perilaku tidak etis yang diungkapkan Dirjen Pajak dalam artikel CNBC Indonesia berjudul PNS Pajak Undercover: Penipuan hingga 'Kumpul Kebo' Terkuak menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum dan etika. 

Contoh lainnya adalah kasus Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat pajak yang menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang Rp 14 Miliar.

Dilansir dari sebuah media nasional, petugas pajak seperti Rafael Alun Trisambodo mengumpukan pundi-pundi hartanya dengan cara memeras dan kongkalikong dengan konsultan pajak saat setoran pajak. 

Kasus-kasus ini mencerminkan bagaimana sistem perpajakan bisa disalahgunakan jika tidak diawasi dengan ketat sesuai hukum.

Apalagi jika sampai melumrahkan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh petugas pajak. Tidak heran jika Rey mengatakan bahwa negara akan chaos jika menghadapi orang-orang yang melumrahkan sebuah kesalahan bahkan suka memilah-milih pasal seperti ini.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler