jpnn.com, JAKARTA - Pakar keamanan pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Sulaeman menepis anggapan keberadaan mikroplastik atau plastik berukuran 1-5000 mikron di lingkungan air maupun darat yang terpapar dalam sumber pangan manusia bisa menimbulkan dampak kesehatan langsung yang serius.
"Terlalu dini untuk mengatakan paparan mikroplastik dalam bahan makanan itu sangat berbahaya. Kita perlu riset lebih mendalam lagi. Hingga saat ini belum ada data dan kerangka aturan yang mengatur kandungan mikroplastik dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,” ujar Ahmad, Rabu (14/3).
BACA JUGA: Makan Apel Setiap Hari Bikin Awet Muda
Menurut Ahmad, sebanyak 72 persen makanan olahan laut di Eropa mengandung mikroplastik, bahkan di Amerika telah mencapai 94 persen.
Untuk itu, perlu metodologi dan persepsi yang sama untuk melakukan pengujian, baik di Indonesia maupun di dunia internasional.
BACA JUGA: Sedang Diet? Gantilah Daging dengan Tempe
Hingga kini, belum ada metode yang baku maupun diakui, serta data yang dapat dipercaya tentang mikroplastik dalam produk pangan yang masih sangat terbatas dengan kesimpulan tidak konsisten.
Terkait dampak mikroplastik bagi kesehatan, sambung Ahmad, juga tidak bijak untuk tak mengonsumsi makanan atau minuman bergizi karena takut akan paparan mikroplastik.
BACA JUGA: Gelar Jelajah Gizi, Sarihusada Angkat Pamor Menu Lokal
“Masyarakat tidak perlu ragu untuk mengonsumi makanan dan minuman yang telah mendapat sertifikat keamanan pangan dari BPOM. Untuk makanan minuman yang bukan pabrikan, harap perhatikan sumber, proses pengolahan dan proses penyajiannya agar hiegenis dan gizinya terjaga,” tambah guru besar FEMA IPB itu.
Dia menjelaskan, para penggemar makanan laut sebaiknya tidak mengonsumsi jeroan ikan dan membuang semua isi perut, termasuk usus.
“Untuk kondisi saat ini, selama belum ada aturan atau penelitian yang lebih jauh, maka mengonsumsi makanan dan minuman walau diduga ada paparan mikroplastik dalam jumlah yang tidak terdeteksi dengan mata telanjang, bisa tetap dikonsumsi. Apalagi, jika taruhannya kita bisa kekurangan gizi atau dehidrasi karena ketakutan berlebih terhadap masalah ini,” ungkap Ahmad.
Ahmad meminta para pemangku kepentingan di berbagai negara lebih memperhatikan lingkungan guna meminimalkan paparan mikroplastik.
Salah satunya dengan membersihkan sampah di laut agar biota dan mahluk hidup lainnya dapat bebas dari limbah plastik.
Saat ini, masalah cemaran dan limbah plastik termasuk mikroplastik yang terjadi di mana-mana telah menjadi perhatian dunia.
Baru-baru ini, sosial media dihebohkan dengan munculnya video penyelam asal Inggris Rich Horner saat melakukan penyelaman di kawasan Nusa Penida, Bali.
Video itu memperlihatkan kondisi laut Indonesia yang telah tercemar dengan berbagai kemasan sampah plastik.
Selain itu, baru- baru ini, sebuah penelitian yang dilakukan oleh organisasi media nonprofit ORB Media bersama dengan State University of New York di September tahun 2017 mengungkap bahwa mikroplastik ditemukan di jaringan air leding dan sumur di negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kondisi tersebut ditemukan melalui analisis 159 sampel air leding dan air tanah dari delapan wilayah di lima benua.
Di antaranya, Jabodetabek sebanyak 21 sampel, New Delhi (17 sampel), dan Kampala, Uganda (26 sampel).
Ada juga di Beirut, sebanyak 16 sampel, Amerika Serikat (36 sampel), Kuba (1 sampel), Quito (24 sampel), dan Eropa (18 sampel).
Dari 159 sampel air keran yang diambil dari lima negara tersebut, 83 persen di antaranya mengandung partikel serat plastik mikroskopis (mikroplastik). (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil