jpnn.com, JAKARTA - Peraturan pemerintah No.3 tahun 2021 mengenai Pengelolaan Sumber daya Nasional (UU PSDN) terbit januari lalu. Peraturan tersebut membahas mengenai aturan bela negara, komponen cadangan dan komponen pendukung, serta mobilisasi dan demobilisasi.
Di lain pihak, sebagian masyarakat masih ada yang mempertanyakan urgensi dari komponen cadangan (Komcad) dan kekhawatiran akan kembalinya militerisasi.
BACA JUGA: Tak Ada Ancaman yang Ganggu NKRI, Indonesia Belum Butuh Pembentukan Komcad
Peneliti keamanan dan pertahanan Beni Sukadis mengatakan kekhawatiran akan hal tersebut adalah wajar, karena TNI masih dianggap sebagai instrumen politik.
Di sisi lain TNI sebagai komponen utama pertahanan negara belum selesai merampungkan reformasi internal.
BACA JUGA: Amerika, Rusia hingga China Punya Komcad, Ini Bedanya dengan Wajib Militer
Argumen lain dari kelompok kritis itu adalah persepsi ancaman keamanan - baik eksternal dan internal - yang dianggap belum tuntas.
Contohnya kontestasi di Laut Cina Selatan, isu perbatasan, dan lain lain. Sehingga masih ada yang mempertanyakan perlunya peran warga negara dalam komponen cadangan.
BACA JUGA: Ketua Komisi X: Komcad Bukan Militersme, Milenial Jangan Terlau Phobia Tentara
"UU PSDN sejatinya merupakan implementasi dari UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang mengamanatkan pembentukan komponen cadangan dan komponen pendukung sebagai bagian dari pemberdayaan sumber daya nasional untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara," ujar dia.
PSDN adalah regulasi yang mengatur komponen cadangan yang tidak saja melibatkan warga negara, melainkan juga aspek sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana demi kepentingan pertahanan.
Beni juga menjelaskan bahwa dari aspek pertahanan negara wajar jika suatu negara mempersiapkan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan hal tersebut merupakan praktek universal yang dilakukan berbagai negara seperti Jepang, Australia, AS, Perancis dan lainnya.
Dengan adanya peraturan PP No.3 tahun 2021, publik berharap pemerintah dapat memberikan penjelasan secara rinci mengenai pelaksanaan perekrutan dan pembinaan komponen cadangan.
Kategori calon anggota komponen cadangan dalam peraturan tersebut menjelaskan secara jelas pasal 37 (ayat 1 dan 2) UU PSDN dan juga pasal 54 (3) PP No.3/2021 yang menyatakan bahwa calon anggota Komponen Cadangan hanya berasal dari tiga segmen masyarakat yaitu pegawai negri sipil (PNS), pegawai swasta/pekerja dan mahasiswa.
Menurut Beni, dengan menyasar pada tiga segmen tersebut artinya UU PSDN sudah membatasi kategori asal calon anggota komponen cadangan. Selain itu dalam proses perekrutan komponen cadangan akan dilakukan dua tahap seleksi yaitu seleksi administrasi dan seleksi kompetensi.
Dari proses seleksi kompetensi inilah seharusnya calon anggota komponen cadangan dapat terseleksi secara faktual dan ketat, dan mengurangi anggapan negatif yang mungkin muncul dari calon yang tidak memenuhi syarat.
Melalui seleksi kompetensi ini juga diharapkan mendapatkan calon yang memiliki tidak saja keahlian dan kemampuan dalam bidang profesi tapi sekaligus sebagai kader bela negara potensial yang bergabung dalam komponen cadangan.
Komponen cadangan hanya akan digunakan ketika menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida sesuai UU tersebut. Sehingga Komponen Cadangan akan bertugas dengan mandat terbatas yaitu menghadapi perang konvensional yaitu serangan invasi dan agresi negara lain, serta menghadapi ancaman hibrida yang campuran ancaman konvensional dan ancaman siber/peretasan komputer yang melibatkan aktor non negara.
Dengan hanya mengacu pada dua ancaman ini artinya peran dan tugas komponen cadangan tidak bisa digunakan dalam operasi militer di dalam negeri.
"Dengan demikian jika ada yang khawatir akan terjadi benturan (konflik) antara sesama warga negara, maka bisa dikatakan akan sulit terjadi," tutur Beni.
Beni menambahkan salah satu anggapan di masyarakat bahwa anggaran yang dibutuhkan Komponen Cadangan mencapai Rp 1 triliun merupakan pemborosan.
“Tentu saja harus dilihat untuk alokasi apa saja uang tersebut, apalagi Kementerian Pertahanan menyatakan akan merekrut 25.000 Komponen cadangan dalam jangka waktu tertentu,” kata Beni.
"Jumlah anggaran ini mungkin keluar sebagai konsekuensi dari proses perekrutan, pendidikan dan pembinaan atau biaya operasional lainya yang dilakukan selama setahun. Artinya harus ada kaji ulang secara cermat, sehingga tidak menimbulkan kesan ada pemborosan dalam pembiayaan Komponen cadangan."
Dengan persepsi ancaman nasional yang belum selesai dan situasi pandemik COVID 19 nasional yang makin meningkat, dimana pandemik juga berimbas pada krisis global, maka jumlah Komponen cadangan yang mencapai 25.000 adalah suatu hal yang agak mengherankan.
“Apakah tidak sebaiknya dicantumkan pada angka yang masuk akal dan tidak memboroskan anggaran negara yang sekarang agak terbatas,” ujar Beni.
Dengan sejumlah catatan terkait isu komponen cadangan, Beni berharap langkah pemerintah dapat bijak dalam menyikapi situasi ekonomi dan kesehatan nasional yang masih mengkhawatirkan ini.
Terutama menghitung ulang jumlah Komponen cadangan dan anggaran yang dibutuhkan sehingga berdampak pada penguatan kemampuan TNI sesuai dengan tantangan terkini, antara lain, yaitu meningkatnya ancaman siber dan kemungkinan pecahnya konflik di Laut Cina Selatan.
Menurut Beni, Secara substanstif PP ini sudah mengakomodasi sejumlah masukan masyarakat selama ini. Sehingga pengelolaan sumber daya nasional - yang diatur melalui UU PSDN - dalam rangka peningkatan kemampuan TNI tidak perlu diragukan lagi, karena praktek persiapan pengelolaan sumber daya termasuk komponen cadangan sudah dilakukan diberbagai negara demokratis seperti AS, Jepang, Australia, Inggris, dan lain-lain.
Tinggal sejauh mana pemerintah menjalankan PP dan regulasi teknis lainnya secara konsisten dan sesuai dengan tujuan utama UU PSDN tersebut. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil