jpnn.com - SURABAYA --Gubernur Jatim Soekarwo mengaku telah menandatangani raperda pelarangan minuman beralkohol. Dalam waktu dekat, drafnya akan dikirimkan kembali ke pemkot. Meski telah menyetujui, gubernur ternyata memberikan catatan agar peraturan itu tidak bertentangan dengan aturan di atasnya.
Yaitu, Perpres 74/2013 dan Permendag Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015. Pemkot diminta membuka ruang pengendalian. Dengan demikian, isinya tidak berbunyi melarang seluruh peredaran minuman beralkohol.
BACA JUGA: Sejumlah Rumah Ibadah Rusak, tapi Tak Ada Korban Jiwa
''Hanya yang secara sosiologis menimbulkan korban saja yang dilarang,'' ujarnya.
Selama ini ada beberapa mihol yang dianggap berdampak buruk bagi masyarakat. Yaitu, mihol yang tidak bermerek atau tak memiliki label izin dagang. Contohnya, cukrik, oplosan, dan arak jowo (arjo). Karena itu, Soekarwo memberikan catatan kepada Pemkot Surabaya agar menambahkannya secara detail di dalam perda.
Dia menjelaskan, dampak sosiologis dari mihol dirumuskan oleh wali kota dan DPRD. Selanjutnya, rumusan tersebut dijadikan acuan untuk melarang peredarannya serta mengawasi agar tidak sampai beredar di masyarakat.
Sementara itu, peredaran dan penjualan mihol yang berlabel tidak diatur oleh pemprov. Kebijakan tersebut dikembalikan sepenuhnya kepada kepala daerah. Dengan demikian, boleh tidaknya suatu tempat menjual minuman itu menjadi kewenangan wali kota.
BACA JUGA: Om Gatal Ajak Anak TK ke Pinggir Sungai, 6 Kali Begituan
''Tentang tempat dan jenis minuman yang boleh dijual, hal tersebut sudah diatur dalam perpres,'' terangnya.
Terkait dengan judul raperda yang menggunakan kata pelarangan, Soekarwo rupanya tidak mempermasalahkannya. Dia mengakui bahwa draf peraturan tersebut lebih banyak membahas tentang pelarangan. Persentase untuk ruang bagi pengendalian lebih kecil.
''Berdasar luasan permasalahan dan korbannya, saya setuju,'' tuturnya.
Rencananya, draf raperda itu dikembalikan kepada pemkot pada Senin (1/8). Selanjutnya, pemkot diminta merevisi isi raperda sesuai catatan yang diberikan gubernur. Detail peraturan juga disesuaikan dengan isi perpres.
BACA JUGA: Rusuh SARA di Tanjungbalai, Warga Bakar Tempat Ibadah
''Kami tidak mengusulkan diganti, tapi harus substantif,'' katanya.
Selama ini terdapat dua kubu di DPRD Surabaya dalam menyikapi perda mihol. Kubu pertama mendukung perda pelarangan mihol. Mereka adalah Fraksi PKS, Gerindra, PKB, PAN, dan Hanura, Nasdem, PPP (Handap) yang jumlahnya 25 anggota.
Di sisi lain, kubu yang menginginkan perda dikembalikan ke judul pengendalian dan pengawasan mihol berjumlah 25 anggota. Masing-masing berasal dari PDIP, Demokrat, dan Golkar. Kini dua kubu itu mempertanyakan sikap Gubernur Soekarwo. Mereka menganggap pernyataan gubernur masih mengambang.
Sebab, yang mereka nanti-nanti adalah keputusan menolak atau menerima, bukan keputusan yang disertai perintah revisi.(ant/sal/c20/fat/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Pelecehan Seksual Meningkat, Ini Datanya
Redaktur : Tim Redaksi