jpnn.com - SURABAYA - Biaya menimba ilmu di SMA/SMK Surabaya bisa tetap gratis jika Gubernur Jatim Soekarwo mau menerima bantuan keuangan (BK) dari Pemkot Surabaya.
Sebab, nantinya anggaran tersebut bisa dialokasikan lagi untuk penyelenggaraan SMA/SMK. N
BACA JUGA: Tim SAR Temukan Puing Pesawat dan Bagian Tubuh Penumpang
amun, faktanya memang tidak semudah itu. Gubernur menolak mekanisme bantuan keuangan.
Karena itu, pemkot pun harus memutar otak untuk mencari mekanisme lain yang tidak melanggar hukum.
BACA JUGA: TNI AL Kembali Gagalkan Penyelundupan Manusia ke Malaysia
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menginstruksikan pemerintah kota dan kabupaten agar menyerahkan kewenangan SMA/SMK ke pemerintah provinsi.
Kewenangan tersebut harus diserahkan per 1 Januari mendatang atau tiga pekan lagi.
BACA JUGA: Tak Dengar Larangan, Bocah Tewas di Kolam Kampus ITS
Namun, kini formula penganggaran sama sekali belum ketemu. Bahkan, wali kota sampai membentuk tim khusus yang beranggota sekretaris daerah dan anggota DPRD Surabaya.
Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Radian Salman menyatakan, solusi harus segera dicari. BK menjadi salah satu cara yang paling memungkinkan.
''Mekanisme yang tersedia selama ini hanya itu,'' tuturnya.
Menurut dia, provinsi tidak bisa serta-merta mengabaikan keinginan Surabaya.
Harus ada standardisasi khusus untuk Surabaya. Sebab, selama ini Surabaya dianggap mampu menjalankan pendidikan di atas standar kota-kota lain.
Salah satunya dibuktikan dengan penerapan SMA/SMK gratis hingga pemberlakuan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) 100 persen.
Alasan Soekarwo menolak bantuan keuangan dari Surabaya dirasa tidak tepat. Gubernur enggan ketiban repot dengan ditambahi tugas sekolah gratis Surabaya.
''Kalau argumentasinya provinsi tidak mau repot ya kurang tepat. Karena ini (SMA/SMK) tanggung jawab pemprov. Surabaya tidak bisa apa-apa kalau begitu,'' jelasnya.
Peralihan itu juga menyisakan permasalahan gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT).
APBD Jatim 2017 sudah digedok. Namun, dia melihat tidak ada alokasi untuk GTT dan PTT. GTT dan PTT dilantik bupati/wali kota.
Namun, setelah peralihan kewenangan, siapa yang bakal menggaji mereka?
Radian mengatakan, provinsi seharusnya mengambil alih GTT dan PTT. Karena prosesnya masih peralihan, GTT dan PTT hanya cukup diverifikasi.
Setelah itu, ada rekrutmen baru. Provinsi bisa membuat standar baru. Jika hal tersebut tidak dilakukan, dia khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK) masal.
Sebab, provinsi belum mengalokasikan, sedangkan pemkot dan pemkab sudah melepas kewenangan.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo mengusulkan bantuan yang diberikan bersifat langsung. Tanpa mampir ke APBD Jatim. Pemkot Surabaya mengalokasikan APBD-nya ke murid dan sekolah.
Menurut Radian, mekanisme tersebut masih diperdebatkan. Bantuan langsung itu bersifat bantuan sosial.
''Hanya bisa diberikan kepada seluruh warga Surabaya. Sedangkan faktanya ada 1 persen peserta didik dari luar Surabaya. Jadi, tidak bisa semua,'' lanjutnya.
Bantuan juga tidak bisa diberikan secara terus-menerus. Hanya bisa diberikan dalam kondisi tertentu.
Biasanya diberikan kepada masyarakat tidak mampu. Jadi, dia pesimistis cara itu disetujui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
''Jadi intinya secara formalitas akan kembali lagi ke bantuan keuangan,'' ucapnya.(sal/c15/git/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karantina Pekanbaru Musnahkan Lima Ton Bawang Merah Ilegal
Redaktur : Tim Redaksi