jpnn.com - JAKARTA – Prosedur perlindungan saksi dan korban di Indonesia yang selama ini dijalankan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ternyata menarik minat penegak hukum dari negara lain. Salah satunya adalah negara Pakistan.
Dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Indonesia, delegasi Pakistan ingin belajara dan mendalami program perlindungan saksi dengan berkunjung dan beraudiensi dengan pimpinan LPSK di kantor LPSK, Jakarta.
BACA JUGA: Nasib Golkar di Pilkada, Kubu Agung Serahkan ke KPU
"Dalam pertemuan itu, delegasi Pakistan ingin mempelajari tentang bagaimana koordinasi antara LPSK dan penegak hukum lain, khususnya kepolisian. Sebab, menurut mereka, kehadiran lembaga seperti LPSK, salah satunya disebabkan karena perlindungan saksi dan korban oleh pihak kepolisian kurang maksimal," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Rabu (3/6).
Selain itu, kata Haris, delegasi Pakistan juga ingin tahu apakah perlindungan itu diberikan pula kepada orang-orang terdekat dari saksi dan korban.
BACA JUGA: DPR: Perwira dan Prajurit Dilarang Keluyuran ke Kafe!
Delegasi Pakitan yang terdiri dari 12 laki-laki dan 3 perempuan itu juga tertarik dengan mandat LPSK yang sangat luas. Mengingat luasnya wilayah Indonesia dan besarnya jumlah penduduk, apakah staf LPSK mencukupi dalam upaya memberikan perlindungan.
Menurut Haris, dalam beberapa kasus, di mana ada oknum aparat hukum yang terlibat, LPSK melakukan perlindungan secara mandiri. “Perlakuan sama juga dilakukan pada kasus di mana pelakunya bukan aparat, namun memiliki hubungan atau kekuasaan,” kata Haris.
BACA JUGA: Datang Pakai Kemeja Garis-Garis, Abraham Samad Tak Banyak Komentar
Sedangkan pada kasus di mana ada konflik kepentingan di dalamnya, LPSK melakukan koordinasi dengan pimpinan dari pelaku agar tidak terjadi intervensi. Untuk itu, LPSK menjalin kerja sama melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU), seperti antara LPSK dan Polri. “Bagi pihak-pihak yang mengganggu perlindungan LPSK, ancamannya pidana sesuai amanat undang-undang (UU),” ujar alumni Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Selain Polri, LPSK juga menjalin MoU dengan instansi terkait lainnya, khususnya dalam hal perlindungan dan layanan bantuan medis, psikologis maupun psikososial.
Sementara itu Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar mengungkapkan, pada 2014, terdapat ribuan jiwa yang mendapatkan perlindungan dari LPSK. Namun, dari jumlah itu, hanya 121 orang yang mendapatkan perlindungan fisik.
Perlindungan fisik ini, kata dia, juga sangat tergantung pada kesepakatan dengan pemohon. Karena tidak semua pemohon minta perlindungan fisik secara menyeluruh sehingga harus diinapkan di safe house, melainkan cukup penjagaan di rumah mereka.
Wakil Ketua LPSK Lies Suliatini mengatakan, LPSK sendiri tidak selalu identik dengan safe house. Ada banyak metode perlindungan lain yang diberikan, termasuk pemberian layanan bantuan baik medis, psikologis dan psikososial. “Untuk safe house, diusahakan tidak permanen. Selain itu, tidak semua pimpinan tahu di mana lokasi safe house, melainkan hanya orang-orang tertentu saja,” katanya. (mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Ikut Dalami Bentrok Maut TNI AU vs Kopassus
Redaktur : Tim Redaksi