Pamela Kosin, Komposer Musik Klasik Masa Depan

Jumat, 30 November 2018 – 10:05 WIB
Pamela Kosin di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (28/11). Foto: Dedi Yondra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pamela Kosin diklaim akan menjadi komposer musik klasik andal di masa depan. Gadis pemalu ini sudah berhasil mengukir sederet prestasi di pentas internasional

Dedi Yondra - Jakarta

BACA JUGA: Kisah Thitacarini, Biksuni Peraih Summa Cum Laude

Sepuluh hari lalu, JPNN dihubungi Wendi Putranto, jurnalis senior sekaligus pengamat musik kenamaan. Dia merekomendasikan untuk mewawancara seorang musisi perempuan bernama Pamela Kosin.

Menurutnya, Pamela Kosin layak mendapat apresiasi. Sebab sederet prestasi telah diukirnya di pentas internasional. Dan yang lebih menarik, Pamela Kosim bukan penampil yang memainkan musik atau bernyanyi di atas panggung. Pam, sapaannya, adalah komposer musik klasik. "Kebetulan dia lagi di Jakarta, jadi kalau tertarik mau wawancara," kata Wendi Putranto, saat itu.

BACA JUGA: Guru - guru di Wilayah Perbatasan, Sungguh Luar Biasa

Berawal dari obrolan tersebut, perjumpaan dengan Pamela Kosin pun dilakukan di sebuah pusat Jakarta, pada Rabu (28/11). Kesan pertama yang JPNN tangkap saat bertemu Pamela Kosin adalah, dia orang yang pemalu. Pantas dia memilih jadi komposer, bukan penampil.

Perlahan Pam, sapaan akrab Pamela Kosin, mulai menceritakan perjalanan awal karier hingga kini mulai mencuat di panggung musik Amerika Serikat. Pam, rupanya putri sulung dari musisi Aminoto Kosin yang pada dekade ’80-an sempat bergabung dengan grup jazz legendaris Karimata. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, dia mewarisi genetika musik dari sang ayah. Pada umur lima tahun Pam tertarik belajar biola karena sering ikut ayah ke panggung atau latihan.

BACA JUGA: Tentang Video Resepsi Pernikahan Malik - Winda yang Viral

"Pengaruh terbesar saya bermusik dari ayah. Dari kecil saya sudah terbiasa mendengar musik terus kursus piano klasik dan kemudian bermain biola. Dan sangat terinspirasi setelah saya diajak ayah nonton orkestra," kata Pamela Kosin.

Saat itu, Pam perlahan menyukai musik klasik seiring dengan bakatnya di seni rupa. Dia pun tertarik mempelajarinya lebih jauh dengan keinginan masuk sekolah seni di Amerika Serikat. Saat itu dia termasuk dari 20 orang mahasiswa penerima beasiswa dari 11 ribu mahasiswa yang berkuliah di Savannah College of Art and Design. Hebatnya Pam menyelesaikannya dengan prestasi yang gemilang, cum laude.

Kemudian melanjutkan pendidikan di Berklee College of Music yang menjadi awal kegemilangan kariernya sebagai komposer. "Saat kuliah di sana, aku mulai coba compose musik klasik," ujarnya.

Keterlibatan Pam di berbagai pentas musikal di Amerika Serikat telah dimulai sejak 2010 kala berkuliah di Savannah College of Art and Design, Georgia. Dia pernah mendukung pementasan musical Grease, Houdini, Titanic, Spring Awakening, Into the Woods, Fire and Ice, Pump up the Jam hingga Silver Screen Serenade.

Berbagai karya juga lahir dari tangan dingin Pam selama berada di sana. Proyek musik terbarunya yang paling mencuri perhatian adalah menciptakan komposisi perkusi bertajuk 'Cenderawasih: A Dance in Paradise'. Komposisi yang telah ditampilkan oleh duo perkusi asal New York City, Amerika Serikat, Membranophon itu punya keunikan yang menuai banyak pujian.

"Waktu itu aku pengin buatin kompisisi buat Membranophon. Jadinya aku buat komposisi yang terinspirasi dari gerakan Tari Cenderawasih asal Bali. Tarinya pertama kali lihat lewat YouTube. Sekalian mengenalkan musik asli Indonesia," imbuh Pam.

Dalam menciptakan komposisi Cenderawasih: A Dance in Paradise, Pam melakukan banyak riset mendalam. Termasuk bekerja sama dengan Massachusetts Institute of Technology Gamelan Ensemble. Pam tekun mencatat segala irama yang dihasilkan oleh para pemain gamelan bule tersebut dan mengambil pola irama dari Tari Cenderawasih yang kemudian dipadukan dengan irama-irama modern.

"Bikinnya cukup sulit, karena gamelan itu instrumen musik yang bernada, tapi komposisi ini konsep perkusi yang tidak bernada, namun sepenuhnya mengandalkan irama," ceritanya.

Komposisi milik Pam telah dipentaskan di beberapa venue prestisius di berbagai belahan dunia oleh Membranophon. Mulai dari Staller Center of Arts (New York), Jordan Hall (Boston), Royal Conservatoire The Hague (Belanda) hingga di International Luxembourg International Percussion Festival di Luxembourg.

Tidak hanya itu, komposisi Pam ini juga menuai pujian dari gurunya, Dennis LeClaire, seorang profesor musik dari Berklee College of Music yang telah mengajar di sana selama lebih dari 50 tahun. Dia meniali komposisi perkusi Pam inovatif dengan menafsirkan pola ritme gamelan dalam pendekatan Messiaenik. "Jadi dosen aku bilang ini sangat unik," ceritanya.

Cenderawasih: A Dance in Paradise sengaja dipersiapkan oleh Pam sebagai single pertama dari album debut swadana miliknya yang rencana dilepas tahun depan. Dia telah menyiapkan delapan komposisi terbaru miliknya dalam format chamber music dan dimainkan oleh teman-temannya yang datang dari berbagai kampus ternama di sana seperti Yale, New York University hingga Berklee. "Proses rekaman nantinya di Boston dan New York City," tutur Pam.

Catatan emas Pam tidak hanya menciptakan musik untuk pementasan. Komposer muda yang mengaku tidak terlalu menikmati tampil sendiri bermain musik di depan orang banyak ini juga telah menciptakan musik dan menjadi arranger bagi berbagai proyek film dan teater musikal di Amerika Serikat. Musik yang dia ciptakan untuk film-film seperti The Big One (Raibar Chener), The Space Jockey Pursuit (Brian Titshaw), Palindrome (E-Jo Fang), Waiting in Line (Joseph Brennan), hingga Inky Fingers (Vee Eaton) telah ditayangkan di berbagai festival film terkemuka di dunia. Seperti Boston International Film Festival, New Jersey International Film Festival, Sundance Film Festival, Tribeca Film Festival, Los Angeles Film Festival, hingga Hong Kong International Film Festival.

Total ada 26 festival film di berbagai belahan dunia yang telah menayangkan film dengan musik ciptaan Pam. Beberapa penghargaan juga telah diraihnya seperti Audience Choice Awards hingga Best Score dari Hong Kong International Film Festival. Pernah juga mendapatkan penghargaan Best Score di tiga festival internasional.

Dengan sederet prestasi mengagumkan itu, tidak terlalu berlebihan bila Pam disebut komposer masa depan Indonesia. Patut ditunggu sepak terjangnya berikutnya. (mg3/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beternak Hamster, Omzet Bisa Puluhan Juta Rupiah per Bulan


Redaktur & Reporter : Dedi Yondra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler