PAN Masuk Kabinet, Koalisi Indonesia Hebat Terancam Bubar?

Rabu, 21 Oktober 2015 – 17:48 WIB
Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem), Luthfi A Mutty, menyatakan isu perombakan Kabinet Kerja Jilid II makin kencang seiring pemberitaan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Partai Amanat Nasional (PAN) menyetor lima nama kadernya ke Istana.

Berbagai spekulasi bertiup seputar masuknya PAN ke kabinet yang didukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ini. Masalahnya, menurut Luthfi, koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-JK ini sedari awal berkomitmen membentuk koalisi tanpa syarat.

BACA JUGA: Setahun Jokowi-JK, Fadli Zon: Penegakan Hukum Masih Jadi Alat Politik

“Sinyal kuat dari Pemerintah untuk mengakomodir PAN ke dalam kabinet, memberi kesan kontradiktif terhadap koalisi tanpa syarat yang telah dibangun sedari awal pemerintahan. Kalau seperti ini, apakah masih bisa disebut koalisi tanpa syarat?” kata Luthfi A Mutty, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/10).

Menurut Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem ini, mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi dalam merawat koalisi tanpa syarat itu. Ini juga mengisyaratkan bahwa koalisi tanpa syarat batal, ketika upaya PAN menawar kursi kabinet diakomodasi Presiden.  Hal ini akan memengaruhi pendapat publik terhadap dinamika internal kabinet.

BACA JUGA: Dari Penjara, SDA Makin Kuat Pimpin PPP

Selain itu, ia juga khawatir persepsi publik akan menilai presiden inkonsisten dengan keputusannya.

“Kalau konsisten tidak perlu (Reshuffle –red) dengan membagikan kursi tersebut,” tegasnya.

BACA JUGA: Ical: Menkumkam Harus Terbitkan SK Munas Golkar Bali

Luthfi mengakui, reshuffle adalah hak prerogeratif presiden. Reshuffle ini dinilai sebagai evaluasi Presiden setiap tahun terhadap kinerja para pembantunya yang dinilai tidak berhasil mencapai target yang telah ditetapkan.

Namun demikian, Luthfi berharap presiden lebih hati-hati mengocok ulang kabinet. Jika hal itu dilakukan secara serampangan, sekedar untuk mengakomodir kepentingan salah satu partai pendukung dan melenceng dari konsensus awal, maka akan merusak hubungan antar-partai di dalam koalisi sendiri.

“PAN kan baru-baru saja masuk kabinet, kalau kemudian di tengah jalan dikasih jatah kursi menteri, apa partai lain tidak marah? Partai-partai lainnya dalam KIH sudah berdarah-darah memenangkan Jokowi-JK,” tegasnya.

Luthfi menjelaskan, dalam kabinet presidensial, anggota kabinet sepenuhnya dibentuk oleh Presiden, tanpa harus meminta persetujuan pendukung. Hal ini berbeda dengan pemerintahan yang menganut sistem parlementer, di mana presiden merupakan bagian dari badan parlemen, sehingga harus mendapat persetujuan pendukung dalam menyusun kabinetnya.

Berangkat dari formulasi itu, Luthfi melihat bahwa entitas politik Indonesia memang unik. Berbagai upaya telah ditempuh untuk menuju format politik yang lebih stabil, salah satunya melalui pengetatan jumlah partai politik di Parlemen. Cara ini akan ampuh untuk mengukuhkan posisi parlemen mau pun kabinet.

“Kalau boleh saya sebut, Indonesia ini menganut kabinet presiden kuasi parlementer,” pungkas pria kelahiran Sulawesi Selatan itu.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pansus Pelindo II Didesak Panggil Menteri Rini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler