jpnn.com - Pangeran Diponegoro yang terus menggelorakan perlawanan terhadap Belanda, mendapat dukungan luas dari masyarakat.
DIa mengutus KH M Nursalim untuk memimpin pengusiran Belanda yang telah menguasai Ngawi pada 1825.
---
Peran strategis Ngawi yang menjadi pusat perdagangan dan pelayaran di Jatim membuat pasukan Belanda ingin menguasainya.
BACA JUGA: Si Cewek Cantik Bertato Digeledah, Duh Duh Duh...
Di bawah kepemimpinan kapten Theunissen Van Lowick pasukan kerajaan Belanda berhasil menduduki Ngawi.
‘’Tepatnya pada 13 November 1825, Belanda berhasil menguasai Ngawi,’’ terang Serka Bambang Suwito, Bintara Penghubung (Babung) Yon Armed 12/Kostrad prajurit TNI AD yang bertugas di Benteng Pendem, kemarin.
BACA JUGA: Mbak Endang Omzetnya Rp 70 Juta per Bulan, Belum Puas
Pasukan Madiun yang terjepit memilih lari ke wilayah selatan Ngawi, dan bermaksud bertemu pasukan Surakarta di lereng gunung Lawu.
Pasukan Belanda melakukan pengejaran dua hari pasca merebut Ngawi. Mereka menyusun strategi untuk mengepung di Jogorogo. Kapten Theunissen Van Lowick memimpin Belanda mengejar pasukan Madiun.
BACA JUGA: Perampok Duel dengan Pemilik Rumah Itu Akhirnya Tewas
Sedangkan dari arah barat pasukan Letnan Vlikken Sohild. Akhirnya prajurit Madiun berhasil dikacaukan, 60 diantaranya gugur.
‘’Dan pada akhir tahun 1825 Belanda membangun Benteng stelsel atau pos-pos di setiap sudut kota dengan tujuan mempersempit ruang gerak musuh,’’ katanya.
Kata dia, Benteng stelsel itu berjumlah cukup banyak. Sebanyak 250 tentara disiagakan, enam meriam api dan 60 kavaleri disiapkan Belanda.
Belanda terus membangun benteng pertahanannya di Ngawi. Hingga Ngawi pada saat itu masih menjadi kota yang penting bagi Belanda. ‘’Sambil menyusun strategi, sebelum membangun Benteng Pendem,’’ katanya.
Jatuhnya Ngawi ke tangan Belanda membuat pangeran Diponegoro geram. Inisiator perang Jawa atau dikenal juga dengan Perang Sabil itu lantas mengutus orang kepercayannya untuk melawan Belanda.
Kiai M Nursalim akhirnya ditugaskan ke Ngawi untuk menentang segala bentuk penindasan Belanda.
Sebab, kiai Nursalim bukan orang sembarangan. Dia merupakan ulama pilih tanding hingga membuat pasukan Belanda kocar-kacir.
‘’Kiai Nursalim merupakan pengikut pangeran Diponegoro yang paling setia,’’ tegasnya.
Mendapat titah dari Pangeran Diponegoro, membuat kiai Nursalim mengatur strategi. Diantaranya berdakwah menyebarkan agama islam, sambil mengobarkan semangat perlawanan atas penindasan yang tidak berperikemanusiaan itu.
Cara pendekatannya mendapat simpati rakyat Ngawi. Hingga banyak petani yang bergabung untuk melawan Belanda. ‘’ Pasukan dari Petani itu disebut Wirotani,’’ terangnya.
Besarnya pasukan yang berhasil digalang KH Nursalim membuat Belanda ketar-ketir. Apalagi, kiai Nursalim memiliki kekuatan yang terbilang istimewa.
Ulama sekaligus tokoh agama itu tidak mempan ditembak. Hingga Belanda menggunakan ‘cara halus’ untuk melumpuhkannya. ‘’Sehingga Belanda mengajukan perundingan damai terhadap kiai Nursalim,’’ katanya.
Perundingan tersebut merupakan akal bulus Belanda untuk menjebak Kiai Nursalim. Sebab, ulama tersebut bukannya diajak berunding, namun langsung ditangkap untuk dibinasakan.
Kiai Nusalim pun disiksa mulai diseret, dipenggal hingga ditembak. Namun cara itu, gagal total. Kiai Nursalim tetap sehat walafiat dan kulitnya tak tergores sedikitpun.
Belanda yang mulai panik akhirnya memilih menggali lubang kubur di dekat bangunan kantor utama di Benteng Van de Bocsh untuk mengubur kiai tersebut secara hidup-hidup.
‘’Tempatnya sengaja disembunyikan di dekat kantor utama untuk menghilangkan jejak,’’ tuturnya.
Kata Bambang, Belanda ingin menyembunyikan kematian kiai M Nursalim untuk meredam perlawanan Wirotani, pengikut setianya.
Sekaligus menyembunyikan fakta dalang di balik kematian sang ulama. ‘’Sampai saat ini makamnya menjadi saksi atas kekejaman kolonial Belanda,’’ katanya.
Setelah Merdeka, Benteng Pendem dikuasai Yon Armed 12/ Kostrad Ngawi. Benteng itu juga menjadi cikal bakal berdirinya kesatuan tersebut. Pada 1992, Yon Armed berencana memindahkan makam kiai M Nursalim ke Makam Pahlawan, namun tidak jadi dilakukan dengan berbagai mitos yang melingkupinya. ‘’Sehingga dipugar saja, dan rutin banyak peziarah yang datang ke sini,’’ paparnya.
Siapa sebenarnya kiai M Nursalim? KH Bisri Mustofa dan adiknya H Mustafid Siroj, keturunan keenamnya, menuturkan jika KH Nursalim merupakan anak dari Kyai Maktub seorang Tumenggung Rojo Niti.
Tumenggung merupakan gelar Kepala Daerah di Jawa kala itu. ‘’Bapak (KH M Syirodj) itu keturunan ke 5 dari KH M Nursalim, jadi saya keturunan keenam,’’ beber Mustafid Siroj.
Kata dia, kakek buyutnya itu merupakan penyebar agama Islam pertama di Ngawi. Dan memiliki pondok pesantren di kompleks Benteng Pendem saat ini.
Berdasar penuturan orang tuanya itu KH Nursalim berperawakan sedang, kulitnya kuning langsat dan berbadan tegap. Dan merupakan sosok anti-Belanda.
Versi keluarganya KH Nursalim meninggal di tempat tersebut sebelum penjajah menduduki Ngawi. ‘’Dulunya Benteng Pendem itu ponpes dan pemakaman para kiyai maupun santri pondok,’’ terang Mustafid.
Makam di wilayah tersebut selanjutnya dipindahkan pemerintahan Belanda yang hendak membangun benteng pertahanan pasca menguasai Ngawi.
Sebagian makam berhasil dipindahkan ke seberang bengawan Madiun yang saat ini masuk Desa Ngawi Purba. Sedangkan makam KH M Nursalim tidak dapat dipindahkan meski sudah berkali-kali digali.
Akhirnya Belanda membiarkan makam tersebut, namun letaknya disembunyikan di ruangan khusus yang tak terlihat kala itu.
‘’Sengaja ditempatkan di ruang sempit mepet tembok, bisa dilihat kan sekarang,’’ beber Kepala MTs N Paron ini. (ian/pra)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 250 Buku Nikah Dibawa Kabur Maling
Redaktur & Reporter : Soetomo