Panitera Penerima Suap Bantah Minta Uang ke Lippo

Rabu, 09 November 2016 – 19:31 WIB
Edy Nasution (berbaju tahanan warna oranye) saat digiring penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke mobil tahanan. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution membantah pernah meminta Rp 3 miliar kepada Lippo Group untuk menuruti permintaan Nurhadi Abdurrahman selaku sekretaris Mahkamah Agung (MA).

"Sampai saat ini saya tidak pernah meminta," ujar Edy saat diperiksa sebagai terdakwa suap pengurusan perkara anak usaha Group Lippo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/11).

BACA JUGA: Sekjen HMI Tak Ditahan, Begini Penjelasan Polda Metro Jaya

Dalam surat dakwaan disebutkan, Edy meminta uang ke Lippo Group atas perintah Nurhadi. Uang itu untuk menggelar turnamen tenis Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) untuk memperebutkan Piala Ketua MA pada Oktober 2015.

Namun Edy menegaskan bahwa tidak ada bantuan dari siapa pun dalam penyelenggaraan turnamen tenis itu. "Tidak ada, karena turnamen itu murni tidak ada bantuan dari mana-mana," kata Edy.

BACA JUGA: Direktur Politik Dalam Negeri: Seluruh Daerah Harus Ikut Dinginkan Situasi

Sebelumnya, Nurhadi disebut pernah meminta uang Rp 3 miliar ke Lippo Group yang sedang beperkara. Nurhadi menyampaikan permintaannya itu melalui Edy. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan atas Edy yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 7 September silam.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tito Jaelani menjelaskan, Lippo Group lewat PT Jakarta Baru Cosmopolitan menghadapi persoalan hukum terkait permohonan eksekusi tanah oleh ahli waris berdasarkan putusan Raad Van Justitie Nomor 232/1937  tanggal 12 Juli 1940.

BACA JUGA: Please, Jangan Sudutkan MUI karena Berfatwa soal Ahok

Tanah yang berlokasi di Tangerang, Banten itu milik ahli waris bernama Tan Hok Tjioe. Namun, saat ini tanah itu dikuasai PT JBC dan dijadikan lapangan golf Gading Raya Serpong.

Selanjutnya, MA mengeluarkan petunjuk bahwa permohonan eksekusi tanah diajukan melalui PN Jakpus. Sedangkan pelaksanaan eksekusi dilakukan PN Tangerang.

Presiden Direktur Lippo Group yang juga Direktur PT JBC saat itu, Eddy Sindoro lantas  menugaskan anak buahnya, Wresti Kristian Hesti mengurus perkara tersebut. Hesti kemudian menemui Edy selaku panitera PN Jakpus dan meminta pembatalan permohonan eksekusi tanah yang telah dikuasai PT JBC tersebut.

Namun, Edy tidak menggubrisnya. Hesti lantas melapor ke Eddy Sindoro sekaligus meminta dibuatkan memo ke Nurhadi. Nama Nurhadi disandikan dengan istilah promotor.

Akhirnya, Edy pun menghubungi Hesti dan menyampaikan kesediaannya membantu mengurus perkara. Namun, Edy juga langsung menyebut uang.

”Edy menyampaikan dalam rangka pengurusan penolakan permohonan eksekusi, atas arahan Nurhadi agar disediakan uang sebesar Rp 3 miliar," kata Jaksa Tito saat membacakan surat dakwaan atas Edy.

Hanya saja, Eddy Sindoro menyampaikan ke Hesti bahwa Lippo bersedia membayar Rp 1 miliar saja. Informasi itu diteruskan Hesti ke Edy.

Menanggapi hal itu, Edy menegaskan bahwa sesuai arahan Nurhadi, uang akan  digunakan untuk menggelar pertandingan tenis PTWP yang memperebutkan Piala Ketua MA pada Oktober 2015. Selanjutnya, Edy menurunkan permintaan menjadi Rp 2 miliar saja.

Namun, kata jaksa, Eddy Sindoro hanya menyanggupi Rp 1,5 miliar untuk mengurus penolakan eksekusi lahan. Hesti kemudian menghubungi Eddy dan menyampaikan bahwa Edy menanyakan waktu pengiriman uang. Eddy pun mengatakan, uang akan diambil dari PT Paramount Enterprise.

Eddy lantas meminta Hesti menghubungi Ervan Adi Nugroho selaku presiden direktur Paramount Enterprise. "Selanjutnya Hesti menghubungi Doddy (Doddy Adyanto Supeno, asisten Eddy Sindoro) untuk mengambil uang tersebut pada Ervan Adi," ujar Tito.

Pada 26 Oktober 2015, Doddy bertemu dengan Ervan di PT Paramount untuk mengambil uang Rp 1,5 miliar. Selanjutnya, Doddy menghubungi Edy untuk bertemu di Hotel Acacia, Jakarta Pusat.

Di hotel itu, kata Titto, Edy menerima  uang Rp 1,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura (SGD). Edy lalu memberitahu Hesti bahwa PN Jakpus telah mengeluarkan surat jawaban  bernomor: W10.U1/13076/065.1987.Eks/HT.02.XI.2015.03 November 2015. Surat yang ditandatangani DR. Gusrizal selaku ketua PN Jakpus itu membatalkan eksekusi lahan.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditanya Seputar Dana Aksi 4/11, Ini Jawaban Din Syamsuddin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler