Panja Pelindo Bakal ke Hong Kong Cari Info soal Kejanggalan di Balik Keputusan Lino

Jumat, 18 September 2015 – 18:01 WIB
Ketua Komisi VI DPR, Hafisz Thohir. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR, Hafisz Thohir meyakini adanya menganggap pelanggaran atas undang-undang akibat keputusan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino memperpanjang konsesi pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) di Pelabuhann Tanjung Priok kepada perusahaan asal Hong Kong, Hutchison Port Holdings (HPH). Sebab, komisi yang membidangi BUMN itu menilai keputusan perpanjangan kontrak pengelolaan JICT oleh investor asal Hong Kong itu telah mengabaikan Kementerian Perhubungan selaku pemegang otoritas pelabuhan.

Hafisz menyatakan merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, mestinya Pelindo II membuat kontrak dulu dengan otoritas pelabuhan sebelum menyerahkan pengelolaan terminal peti kemas di Tanjung Priok ke pihak lain. Mengacu  pasal 82 dan dalam ketentuan peralihan pasal 344 di UU Pelayaran, maka perpanjangan konsesi pengelola pelabuhan dengan pihak lain harus didahului kontrak dengan otoritas pelabuhan. "Setelah itu, baru bisa memperpanjang konsesi perpanjangan kontrak JICT," katanya di Jakarta, Jumat (18/9).

BACA JUGA: Komisi IV Segera Bentuk Panja Perlindungan Nelayan

Dalam persoalan perpanjangan konsesi untuk HPH di JICT, Hafisz mengatakan bahwa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tak menyetujuinya. Anehnya, Lino tetap memaksakan perpanjangan dengan alasan Jaksa Agung Muda (Jamdatun) Kejagung sudah memberikan pendapat hukum bahwa Pelindo II bisa memperpanjang konsesi untuk HPH di JICT.

Namun, Hafisz tetap melihat kejanggalan dalam perpanjangan konsesi untuk HPH di JICT. Yakni kontrak perpanjangan yang jauh lebih murah dibandingkan 1999 saat pengelolaan Tanjung Priok diprivatisasi.

BACA JUGA: KPU Dorong Kandidat Lakukan Kampanye Dialogis

Saat HPH masuk ke Tanjung Priok pada 1999, nilai kontraknya  USD 243 juta. Kala itu kapasitas bongkar muat peti kemas di angka 1,4 juta TEUs (twenty-foot equivalent unit). Namun, kini kontrak baru HPH di JICT justru USD 215 juta untuk jangka waktu 20 tahun ke depan.

"Secara logika apabila ada perpanjangan harusnya lebih mahal dengan yang lalu, bukan malah jadi lebih murah," ujar Hafisz.

BACA JUGA: LSM: Tunjangan DPR Tak Pernah Naik? Itu Bohong Belaka

Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Foto: dokumen JPNN.Com

Karenanya, Komisi VI DPR melalui panitia kerja (Panja) Pelindo II akan menelusuri kejanggalan itu. Di antaranya dengan memanggil pihak-pihak terkait seperti Kemenhub, Pelindo II.

Bila memang diperlukan, Panja Komisi VI juga akan mencari informasi hingga Hongkong. “Panja Komisi DPR akan langsung mengunjungi Hutchison Port Holding di Hongkong untuk mendalami semuanya apabila diperlukan," sambung politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Dia menambahkan, bila keputusan RJ Lino memperpanjang konsesi untuk HPH terbukti melanggar aturan termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, maka Komisi VI bakal merekomendasikan ke pemerintah untuk membatalkannya. “Karena otoritas pelabuhan sebagai regulator (Kemenhub) belum memberi ijin konsesi Pelindo II ke JICT," ucapnya.

Dia meyakini, kalaupun nanti kontrak HPH di JICT dibatalkan maka SDM Indonesia sudah siap mengelolanya. Harapannya agar Tanjung Priok bisa dikelola anak bangsa sendiri.

“Karena 70 persen jalur distribusi perekonomian ada di sana. Jangan sampai perpanjangan ini hanya menjadi motif berbagai keuntungan dengan HPH," terangnya.(dna/JPG/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beberapa Daerah Lambat Urus DPT Pilkada, KPU Cari Solusi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler