Pansus RUU Pengkor Diliputi 'Sakit Hati'

Kinerjanya Diragukan

Selasa, 25 Agustus 2009 – 21:17 WIB

JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Iberamsjah sangat meragukan tekad Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (RUU Pengkor) untuk menyelesaikan pembahasan RUU ini September 2009 mendatang"Saya meragukan kerja Pansus RUU Tipikor yang menargetkan September 2009 selesai

BACA JUGA: Dipanggil KPPU, Gubernur Mangkir

Kenapa baru sekarang ngotot mau menyelesaikannya? Padahal, sejak awal justru DPR terkesan tidak peduli terhadap nasib RUU Tipikor," tegas Iberamsjah, di Jakarta, Selasa (25/8).

Selain meragukan Pansus secara institusi, dia juga menilai beberapa dari Anggota Pansus DPR tidak terpilih lagi menjadi anggota DPR
"Melihat kedua faktor tersebut di atas, sulit bagi saya untuk bisa yakin dengan target yang mereka buat itu," ujar Iberamsjah.

Guru Besar Politik FISIP UI itu juga menyebut faktor 'sakit hati' sehingga DPR malas menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor

BACA JUGA: Endapan Dana Harus Masuk APBD

"Seiring dengan berlangsungnya proses pembahasan RUU tersebut di DPR, KPK menangkapi sejumlah anggota DPR yang tertangkap tangan menerima suap
Logis, pada akhirnya mereka 'sakit hati'

BACA JUGA: Sarjan Nyanyi Soal Pembagian Pelicin

Bahkan disaat KPK diterpa berbagai konflik, terlihat DPR berprilaku membiarkan secara berlebihan," tegasnya.

Karena itu, Iberamsjah mendesak sebaiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai bentuk kesungguhan pemerintah dalam memberantas korupsi"Bahwa sebelumnya SBY pernah mengeluarkan pernyataan bahwa KPK superbody, itu soal lain lagi," imbuhnya.

Lagi pula, lanjut Iberamsjah, draft RUU Tipikor yang diajukan Menkumham itu secara substansi juga melemahkan posisi KPK, antara lain KPK tidak lagi memiliki hak penuntutan"Ini jelas melemahkan posisi KPK," ungkap Iberamsjah.

Iberamsjah juga mengaku kesulitan dalam memahami perilaku Anggota DPR saat iniSelain karena kemampuan dan kapasitasnya yang terbatas, juga hanya sekitar 20 hingga 25 persen dari 550 anggota dewan yang punya kemampuan membahas RUU tersebut"Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan hadirnya para staf ahli bawaan Anggota DPR yang juga tidak punya kapasitas dan kapabilitas," kata Iberamsjah(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Patrialis: Penjelasan Kapolri Dinginkan Suasana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler