Papa Novanto Masih Pengin Nikmati Kekuasaan

Rabu, 22 November 2017 – 15:09 WIB
Setya Novanto didampingi Fredrich Yunadi, usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/11/2017). Foto: Imam Husein/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus tidak heran dengan dua surat yang dikirimkan Setya Novanto yang minta tidak didongkel dari ketum Partai Golkar dan ketua DPR.

"Pertama, permintaan Novanto rasa-rasanya tidak mengherankan. Kekuasaan itu nikmat dan karenanya orang dengan berbagai macam cara berusaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan," kata Lucius, Rabu (22/11).

BACA JUGA: Fahri: Bebaskan Setya Novanto seperti RJ Lino

Lucius mengatakan, keinginan Novanto agar tidak buru-buru diganti lebih banyak karena dorongan akan kenikmatan kekuasaan. Sekaligus keinginan Novanto untuk terus mereguk nikmat dari kekuasaan itu.

"Setnov nampaknya sulit menerima kegetiran hidup tanpa kekuasaan dalam tempo yang sangat singkat," jelasnya.

BACA JUGA: Setya Novanto Sebaiknya Segera Mundur

Namun, Lucius mengatakan, orang yang terlampau menikmati kekuasaan tanpa kesiagaan diganti kapan saja, biasanya menunjukkan bukan seorang pemimpin yang menganggap kekuasaan sebagai sebuah amanat dari orang-orang yang dipimpinnya.

Namun, kata dia, keinginan berkuasa hanya karena kekuasaan itu memberinya kenikmatan bagi dirinya sendiri.

BACA JUGA: Golkar Lemah dan Kalah Lawan Setya Novanto

"Saya kira Setnov masuk dalam kategori penguasa atau pemimpin seperti ini," katanya.

Dia menjelaskan, keinginan untuk tidak diganti walaupun sudah ditahan memperlihatkan Setnov memang menikmati indahnya kekuasaan bagi dirinya sendiri.

"Dia tak mempertimbangkan kepentingan orang-orang lain yang dipimpinnya," katanya.

Padahal, lanjut Lucius, orang-orang yang dipimpin umumnya menginginkan pemimpin yang selalu hadir di tengah kehidupan mereka.

Menurutnya, penguasa yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan orang banyak biasanya tak peduli dengan unsur kenikmatan kekuasaan.

Penguasa yang sekaligus menjadi pemimpin yang amanat akan menggunakan kekuasaannya itu untuk kebutuhan orang-orang yang dipimpin.

Dia bahkan tak perlu didesak untuk mundur jika tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan orang yang dipimpinnya.

"Dan saya kira bicara tentang Novanto sejak dirinya berurusan dengan KPK dalam kasus e-KTP, kita melihat bahwa dia memang termasuk tipikal penguasa yang cenderung memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingannya sendiri," paparnya.

Bahkan agar bisa terus berkuasa, kata dia, kekuasaan yang dimiliki digunakan untuk melindungi dirinya dari proses hukum.

Novanto nampak tidak peduli dengan desakan publik untuk melepaskan kekuasaan secara sukarela karena dugaan keterlibatan dalam kasus e-KTP sesungguhnya sudah merenggut kepercayaan publik terhadapnya.

Dan parahnya, keinginan untuk terus berkuasa itu masih saja dia perjuangkan bahkan ketika dia sudah jelas-jelas dibatasi ruang geraknya oleh proses penahanan yang dilakukan KPK.

"Saya kira sudah jelas bagaimana kualitas kepemimpinan seperti yang dijalankan oleh Setnov ini," katanya.

Menurut Lucius, Novanto hanya peduli kepada dirinya sendiri, pada nikmat yang dirasakannya sendiri dari kekuasaan.

"Tetapi dia sekaligus lupa dengan kebutuhan orang-orang yang dia pimpin," pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat: Munaslub Golkar, Pertarungan Tokoh-Tokoh Lama


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler