jpnn.com, JAKARTA - Belasan profesor dan puluhan akademisi dari beragam kampus negeri dan swasta itu bersepakat menyerukan pentingnya restorasi kepemimpinan Indonesia.
Guru besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Dr. Suwarsih Madya mengatakan restorasi kepemimpinan dibutuhkan lantaran berbagai persoalan di dalam negeri yang mengarah pada indikasi adanya krisis kepemimpinan bangsa.
BACA JUGA: Guru Lulus PG 2.800, Usulan Formasi PPPK 1.600, Lalu Dikurangi Besar-besaran
Hal itu, kata Suwarsih, merujuk pada berbagai kasus hukum para pejabat publik, pelanggaran moral dan etika serta praktik koruptif para pemimpin di berbagai tingkatan.
"Kami mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang amanah, kompeten dan menjunjung tinggi integritas,” ujar Prof. Suwarsih dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu (28/8).
BACA JUGA: Guru Besar Universitas Pancasila Ingatkan Soal RKUHP, Begini
Para guru besar menilai kekecewaan publik akibat perilaku dan kinerja pemimpin yang sebelumnya mungkin dianggap sosok ideal seharusnya tak perlu terjadi.
Oleh karena itu, perlu kriteria pemimpin yang ideal dalam kepemimpinan tingkat nasional, misalnya, harus memiliki kecakapan dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan umum.
BACA JUGA: Guru Besar Universitas Terbuka Bertambah 8, Siapa Sajakah?
"Di samping itu, sebagai bangsa yang memiliki posisi strategis dalam percaturan geopolitik global, amat wajar juga jika kemampuan diplomasi internasional ditempatkan sebagai kompetensi bernilai tinggi,” lanjut Suwarsih.
Sepekan sebelumnya, para guru besar itu bertemu dengan sejumlah pimpinan partai politik di Jakarta, di antaranya Ketua Umum Partai Nasdem dan Presiden PKS, untuk menyampaikan aspirasi terkait kepemimpinan bangsa ke depan.
Guru Besar UGM Prof. Dr. Chairil Anwar mengatakan gerakan para guru besar itu merupakan salah satu ikhtiar kalangan akademisi untuk ikut membangun politik kebangsaan melalui sumbangan pemikiran dalam bidang kepemimpinan.
“Para founding fathers memperdebatkan gagasan pendirian negara serta penyatuan bangsa Indonesia secara ilmiah dan demokratis. Kita juga harus terbuka mendiskusikan persoalan kepemimpinan sebagai upaya untuk menumbuhkan ilmu yang berwatak bangsa,” ujarnya.
Guru besar dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Prof. Heru Kurnianto Tjahjono juga menyoroti praktik politik transaksional saat ini.
Praktik tak baik itu, lanjut Heru mengakibatkan sirkulasi kepemimpinan hanya menyentuh lingkaran kerabat elit politik serta kroni pengusaha.
Heru pun meminta kalangan akademisi untuk berperan dalam merumuskan etika politik sebagai panduan praktis bagi politisi atau pemimpin.
“Dialog serta interaksi antara dunia politik dan dunia keilmuan merupakan suatu agenda bangsa yang strategis, mengingat parpol adalah lembaga yang melahirkan para pemimpin publik. Hanya saja, dunia akademik harus tetap berada dalam koridor teknokratik dan independen,” ucapnya.
Guru besar UGM Prof. Siti Chamamah Soeratno juga menyampaikan bahwa kegelisahan terhadap arah perkembangan bangsa saat ini perlu dijawab dengan langkah-langkah prioritas yang berkelanjutan.
Chamamah menekankan pentingnya inisiatif dari ormas dan parpol untuk rajin menyerap aspirasi serta mencermati kenyataan di tengah kehidupan masyarakat. Apalagi, penyelenggaraan pemilu makin dekat.
“Inisiatif semacam itu relevan untuk menyambungkan pusat-pusat pengambilan kebijakan yang keputusannya berdampak pada nasib ratusan juta rakyat dengan aspirasi sesungguhnya dari rakyat Indonesia,” tgas Chamamah. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul