jpnn.com, JAKARTA - Total sudah ada tujuh pasangan suami istri (pasutri) yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Teranyar adalah Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (RM) dan Lily Martiani Maddari (LMM).
BACA JUGA: Tiga Gubernur Bengkulu Terjerat Korupsi, Kali Ini Bareng Istri yang Cantik
Setelah diperiksa 1x24 jam, mereka ditetapkan sebagai tersangka peenerima suap Rp 1,26 miliar dari Joni Wijaya, Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS).
Hasil pemeriksaan awal KPK, Ridwan dan Lily bersama dengan bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Bengkulu Rico Diansari diduga menerima tunjangan hari raya (THR) haram dari Joni.
BACA JUGA: Mendagri Inginkan KPK Gencarkan OTT
Uang itu merupakan bagian fee proyek Rp 4,7 miliar atau 10 persen dari dua proyek peningkatan jalan (hotmix) senilai Rp 47 miliar yang dikerjakan PT SMS di Rejang Lebong, Bengkulu tahun ini.
Tertangkapnya Ridwan-Lily menambah rentetan panjang pasutri di pusaran kasus korupsi. Sebelumnya, KPK pernah menyeret 6 pasutri.
BACA JUGA: Detik-detik Si Cantik Istri Gubernur Menunggu Uang Satu Kardus
Di antara itu, pasangan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dan Evi Susanti paling menyita perhatian publik.
Keduanya diduga terlibat kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, 2015.
Hasil penyidikan awal KPK, istri gubernur Bengkulu memiliki peran aktif dalam indikasi suap tersebut. Lily yang pernah menjadi anggota DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) Fraksi Partai Golkar periode 2005-2015 itu diduga berperan sebagai pengepul uang komisi proyek dari para pengusaha. Salah satunya, dari Joni yang kemarin turut pula ditetapkan sebagai tersangka.
Lily ditengarai menjadi representasi sang gubernur Bengkulu yang baru menjabat setahun terakhir tersebut.
Untuk memuluskan praktik kotor itu, bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Bengkulu Rico Diansari ditengarai sengaja diplot sebagai perwakilan pengusaha.
Dalam kasus ini, Rico yang juga berprofesi sebagai pengusaha berperan sebagai perantara penerima uang dari Joni.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, uang Rp 1,26 miliar diamankan dari 2 lokasi berbeda. Pertama, uang sebesar Rp 1 miliar dibawa dari rumah pribadi gubernur Bengkulu di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu.
Sedangkan sisanya diamankan dari tangan Joni yang ditangkap di sebuah hotel di Kota Bengkulu.
”Masyarakat yang menyampaikan laporan ini ke KPK,” ujarnya di gedung KPK, kemarin (21/6).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menambahkan, total ada 4 orang yang ditetapkan tersangka kemarin. Yakni, Ridwan Mukti, Lily dan Rico sebagai penerima serta Joni sebagai pemberi.
Seorang staf Rico bernama Aris yang juga digiring ke KPK pada Selasa (20/6) hanya berstatus saksi dan dikembalikan ke Bengkulu.
Setelah menetapkan tersangka, tim KPK juga melakukan penyegelan di sejumlah lokasi di Bengkulu. Diantaranya, kantor gubernur, rumah gubernur, dan kantor perusahaan Rico. Tim penyidik langsung mengumpulkan barang bukti yang berkaitan dengan perkara itu.
Khususnya, terkait dengan peningkatan jalan di jalur TES-Muara Aman dan di Curuk Air Dingin yang menjadi objek suap.
Para penerima suap (Ridwan, Lily dan Rico) dikenakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Sedangkan Joni selaku pemberi suap dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
KPK sejatinya menyayangkan terjadinya OTT itu. Sebab, tahun lalu Ridwan berkomitmen menjadikan Bengkulu sebagai provinsi bebas korupsi.
Ridwan sempat meminta KPK melakukan kegiatan koordinasi, supervisi dan pencegahan (korsup) di Bengkulu. Ada 4 bidang yang menjadi prioritas, yakni e-planning, e-procurement, e-PTSP, dan penguatan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
”Masalah pengadaan barang dan jasa di daerah itu masih menjadi pusaran korupsi yang dilakukan pejabat daerah,” ungkapnya.
Kedepan, KPK bakal mendorong penguatan proses pengadaan barang dan jasa yang kerap menjadi objek bancakan para pejabat daerah.
Komisi antirasuah juga akan aktif memberikan suntikan masukan untuk memperkuat fungsi APIP yang selama ini sangat tidak optimal.
Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka kemarin langsung diinapkan di rumah tahanan negara cabang KPK selama 20 hari ke depan.
Ridwan ditahan di Rutan Cabang KPK di Guntur, Lily di Rutan Cabang KPK di kantor KPK lama kavling C1 Jalan HR Rasuna Said, Rico di Rutan Polres Jakarta Pusat, dan Joni di Rutan Polres di Cipinang Jakarta Timur. (tyo/far)
Pasangan suami istri di pusaran korupsi
M. Nazaruddin (mantan bendahara umum Partai Demokrat)-Neneng Sri Wahyuni :
Kasus pembangunan wisma atlet SEA Games Palembang (Nazaruddin) dan kasus korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kemenakertrans 2008 (Neneng)
Romi Herton (Walikota Palembang)- Masyitoh : kasus suap sengketa pilkada di MK tahun 2014
Ade Swara (Bupati Karawang)-Nurlatifah : kasus dugaan suap izin penerbitan surat permohonan pemanfaatan tata ruang guna pembangunan mal di Karawang tahun 2014
Budi Antoni Aljufri (Bupati Empat Lawang)-Suzanna : kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada Empat Lawang di MK tahun 2015
Gatot Pujo Nugroho (Gubernur Sumatera Utara)-Evi Susanti : kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan tahun 2015
Fahri Azhari (Bupati Musi Banyuasin)-Lucianty : kasus dugaan suap DPRD Musi Banyuasin terkait LKPJ 2014 dan pengesahan APBD Musi Banyuasin 2015
Ridwan Mukti (Gubernur Bengkulu)-Lily Martiani Maddari : kasus dugaan suap peningkatan konstruksi jalan Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu
Sumber : diolah dari berbagai sumber
BACA ARTIKEL LAINNYA... Si Cantik Istri Gubernur Bengkulu Ditangkap KPK, Melyan: Kelakuan Aslinya
Redaktur & Reporter : Soetomo