jpnn.com - Para mahasiswi Universitas Bina Darma (UBD) Palembang, Sumsel, sedang menunggu lift saat selasar gedung BEI ambruk. Ada yang selamat karena melompat ke bagian bawah meja untuk bersembunyi.
FERLYNDA PUTRI-HARTANTO ADI S., Jakarta
BACA JUGA: Apakah Mezzanine di BEI Selasar Gantung? Kabel-kabel Ituâ¦
BRAKKK! Asap putih mengepul. Suara jeritan meraung bersamaan dengan dering alarm. Suasana riuh. Mencekam.
Hervita ada di tengah-tengah kengerian akibat ambruknya balkon gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah hari kemarin (15/1) itu.
BACA JUGA: Analisis Pakar Struktur Beton soal Selasar Gedung BEI Ambruk
Kaki dan tubuhnya terasa sakit semua. Tapi, mahasiswi Universitas Bina Darma (UBD) Palembang tersebut tetap memaksakan diri bangun.
Dengan tertatih Hervita memastikan kondisi teman-temannya. Sempat pula mengangkat beton yang menimpa salah seorang kawan.
BACA JUGA: Selasar Gedung BEI Ambruk, Suci & Nina Patah Kaki, Oh...Deka
”Saya juga tak tahu kekuatan dari mana (sehingga bisa mengangkat beton, Red),” kata perempuan 20 tahun itu di MRCCC Siloam Hospitals.
Hervita merupakan bagian dari 40–50 mahasiswi akuntansi yang tengah menunggu lift saat balkon tersebut ambruk.
Keseluruhan korban luka mencapai 77 orang. Sebanyak 28 di antaranya dirawat di Siloam. Selain di Siloam, ada juga yang dirawat di lima rumah sakit lainnya. Antara lain RSAL dr Mintohardjo, RS Pertamina, dan RS Jakarta.
Total rombongan study tour UBD terdiri atas 92 orang, termasuk dosen pendamping. Sebagian lagi masih berada di lobi saat musibah itu terjadi. Rombongan memang dibagi dua kloter.
Shela, mahasiswi lainnya, berada di rombongan yang sama dengan Hervita. Tapi, dia berada di barisan belakang.
Jadi, ketika balkon ambrol, dia masih sempat menyelamatkan diri. Tak sampai jatuh. ”Saya panik, bingung, lalu lari menyelamatkan diri,” ujarnya.
Di lobi Shela ikut mengevakuasi teman-temannya bersama sejumlah orang lainnya. Para korban dibawa ke halaman gedung.
”Saya nggak tega melihat kondisi teman kami yang tragis. Banyak yang kakinya luka-luka,” ungkapnya.
Sempat beredar kabar bahwa penyebab runtuhnya balkon adalah puluhan mahasiswa yang meloncat untuk berswafoto.
Namun, kabar itu terbantahkan oleh keterangan Hervita maupun rekaman CCTV. ”Setelah jatuh itu posisinya orang, beton, lalu orang,” kata Hervita.
Di gamis abu-abu yang dikenakan Hervita banyak noda darah di bagian bawah. Saat berjalan, dia terpincang-pincang. Kaki kirinya memar. ”Sama punggung juga,” ucap perempuan asli Bengkulu tersebut.
Itu pun Hervita masih terbilang ”beruntung”. Sebab, banyak temannya yang mengalami patah kaki atau tangan. Di rumah sakit Hervita juga tetap sigap keluar masuk bilik di IGD.
Tas selempang yang menggantung di bahunya bergerak naik turun ketika dia berjalan. Dia memantau kawan-kawannya yang juga mendapatkan perawatan.
Tak lupa pula Hervita langsung mengontak keluarga sesampai di Siloam yang berjarak 4,3 kilometer dari BEI. ”Untuk biaya, tadi katanya ditanggung BEI,” ungkapnya.
Teti Siahaan, korban lain, juga mengaku masih pusing. Meski perempuan 50 tahun itu pasien pertama korban ambruknya balkon BEI yang diperbolehkan pulang oleh dokter.
”Cuma, nanti saya mau CT scan kepala. Punggung juga mau dirontgen,” kata karyawan BEI tersebut.
Teti merupakan karyawan BEI. Waktu kejadian, dia akan makan siang. ”Saya berada dekat dengan resepsionis,” ujarnya.
Sebelum balkon runtuh, Teti sempat mendengar suara runtuhan. Dia menggambarkan suara tersebut seperti retakan tegel. Dia juga sempat merasakan debu runtuhan mulai jatuh. ”Gak lama langsung bruk. Alarm dan water spray-nya nyala,” ujarnya.
Untung, Teti sempat menyelamatkan diri. Dia bersembunyi di bawah meja. ”Kalau nggak loncat, mungkin saya mati,” kata dia.
Alhasil, tubuh Teti bermandi kaca. ”Untung, tidak ada yang menancap di kulit,” imbuhnya.
Saat berada di bawah meja, Teti sempat terjebak. Salah satu jalan adalah merobohkan dinding pembatas Starbucks yang ada di lobi. ”Saya duduki dan dorong dindingnya,” ujarnya.
Akibat upayanya tersebut, terdapat lubang seukuran orang jongkok yang bisa dilewati. ”Ada beberapa orang yang lewat lubang itu juga,” ungkapnya.
Mereka yang berada di lantai-lantai atas juga turut merasakan kengerian akibat ambruknya balkon tersebut.
Vigur Rino, seorang pegawai flower guide, mengaku sedang berada di dalam lift dari lantai 22 menuju lobi saat suara bergemuruh itu terdengar.
”Dari dalam lift tersebut terdengar suara benda roboh,” ujar Rino yang sudah sembilan tahun bekerja di BEI.
Setelah sampai di lobi, Rino bingung antara harus lari menyelamatkan diri sendiri atau menolong. Hati nurani menggerakkan dia untuk melakukan yang kedua.
Dengan sigap dia menolong mengeluarkan satu per satu korban dari gedung. Total, dia menolong lima korban perempuan yang sebagian besar merupakan mahasiswi.
MRCCC Siloam’s Business Development Division Head Triana Tambunan menjelaskan bahwa di tempatnya ada 28 orang yang dirawat. ”Mayoritas mahasiswa,” ucapnya.
Hingga berita ini ditulis, ada tujuh orang yang harus menjalani operasi karena patah tulang. Menurut Triana, patah tulang terjadi di kaki, paha, panggul, dan tangan. ”Untuk pembiayaan, ada yang ditanggung BPJS, ada yang ditanggung BEI,” terangnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat mengunjungi pasien di MRCCC Siloam Hospitals. Dalam kunjungannya tersebut, Anies mendatangi satu per satu korban.
”Saya katakan sekarang fokus terhadap penyembuhan,” tuturnya setelah menjenguk korban.
Anies juga mengatakan bahwa pihaknya segera mengevaluasi gedung BEI. Kelayakan gedung tersebut akan ditinjau.
”Audit akan dilakukan hari ini (kemarin, Red) karena besok (hari ini, Red) sudah efektif kerja,” ujarnya. (*/c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Operasional Gedung BEI Tetap Dibuka Besok
Redaktur & Reporter : Soetomo