Para Pakar Soroti Tingginya Target Ekonomi Prabowo-Gibran

Kamis, 15 Agustus 2024 – 13:22 WIB
Kegiatan FGD yang diadakan para pakar ekonomi menyoroti soal target dari Prabowo-Gibran. Dok: source for JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menargetkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yakni 8 persen. Belum lagi sederet program dan target lainnya yang juga dirasa cukup ambisius.

Pro dan kontra atas target tersebut mendorong dilangsungkannya sebuah diskusi untuk menganalisa probabilitas tercapainya ambisi tersebut melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Membedah Realitas di Balik Target Ekonomi Prabowo-Gibran”.

BACA JUGA: Sekar Tandjung Dorong Wirausahawan Muda Menggerakkan Ekonomi Solo

Kegiatan tersebut menghadirkan keynote speaker editor buku Strategi Transformasi Bangsa karya Prabowo Subianto, Dirgayuza Setiawan; teknokrat Indonesia & mantan Deputi Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah; dan ekonom senior Indonesia Financial Group (IFG) & Peneliti Sekolah Kajian dan Strategis Global UI, Ibrahim Kholilul Rohman, serta panelis yang berasal dari lebih 20 institusi terkait.

Panelis yang turut berpartisipasi termasuk pakar dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Institute for Essential Services Reform (IESR), Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Yayasan Indonesia CERAH, Center of Economic and Law Studies (Celios), INFID, PATTIRO, IPC, Databook, Trend Asia, Masyarakat Energi Terbarukan (METI), The Prakarsa, PERHAPI, The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia, Universitas Trisakti, dan Monash University Indonesia.

BACA JUGA: Skandal Demurrage Bukti Skema Impor Beras Merusak Politik-Ekonomi Nasional

Isu besar dalam forum diskusi itu adalah rencana Prabowo-Gibran, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Dirgayuza, selaku bagian dari Tim Khusus Prabowo-Gibran, menyebut target ini berlandaskan upaya agar tidak jatuh dalam middle income trap, seperti Thailand.

“Thailand sudah resmi masuk middle income class,” ujar Dirgayuza dalam sesi diskusi panel yang diselenggarakan oleh Tirto.id bekerja sama dengan Pranadipta Consulting di Hotel GranDhika Iskandarsyah pada Selasa (13/8).

BACA JUGA: Janji Prabowo di Hadapan Jokowi: IKN Akan Dilanjutkan, Kalau Bisa Dipercepat

Dirgayuza menjelaskan bahwa Indonesia memiliki waktu yang sangat singkat untuk tumbuh sekian persen, seperti yang ditargetkan.

“Kenapa Pak Prabowo pasang angka 8 persen? Karena kalau kita tidak segera tumbuh di 8 persen, kita akan selamanya menjadi negara middle income,” imbuhnya.

Dia menyebut target tersebut sebagai langkah menuju pertumbuhan ekonomi untuk mengejar angka kemiskinan ekstrem di 0 persen dan angka kemiskinan nasional di bawah 6 persen.

“Dari rencana kerja pemerintah, kami punya 320 Program Asta Cita, 17 program prioritas dan 8 program terbaik hasil cepat, yang mau Pak Prabowo kerjakan. Dari setiap program ini, kita berpikir berdasarkan peta tantangan saat ini, desain program, dan contohnya,” tambahnya.

Berbagai pakar memiliki pandangan yang berbeda terkait target optimis pertumbuhan ekonomi paslon terpilih, tetapi sebagian percaya bahwa Indonesia memiliki potensi terhadap pertumbuhan ini dengan strategi yang tepat.

Edwin menambahkan bahwa perdebatan mengenai kemampuan atau ketidakmampuan Indonesia hanya akan meninggalkan Indonesia di belakang.

“Kalau kita debat realita, mungkin atau tidak, then we’re not going to achieve that. Tapi kalau kita menerima, then we’re walking forward to that direction,” ujar dia.

Ibrahim, selaku ekonom senior, menjelaskan bahwa memungkinkan bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan. Namun, perlu ada pemenuhan beberapa aspek lebih dulu.

“Saya setuju bahwa kita tidak lagi berpikir apakah ini realistis atau tidak, tapi kita juga harus berpikir untuk mencapai itu. Bagaimana menggerakan A, K, L, S bersama-sama? Dan membagi peran antara pemerintah, swasta, dan segala teknologi lain yang tidak selalu mudah,” terangnya.

Diskusi kelompok terfokus terbagi menjadi lima grup
Kelompok pertama membahas tentang strategi pengelolaan utang negara dan dimoderatori oleh Suli Muwarni (jurnalis senior, eks Redaktur Bisnis Indonesia).

Peserta diskusi grup ini yakni Gurnadi Ridwan (FITRA), Fakhrul (Trimegah Securitas), M. Rizal Taufikurahman (INDEF), Martha Jesica S. M. (IESR), dan Adi Ahdiyat (Databook).

Salah satu kesimpulan dari kelompok ini adalah peningkatan rasio utang ke level 50 persen dari PDB diperlukan. Apalagi UU Keuangan Negara memungkinkan rasio utang hingga 60 persen dari PDB. Namun kenaikan ini harus disertai dengan beberapa syarat dan catatan.

“Penggunaan utang itu disalurkan ke proyek yang memberikan nilai tambah, yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, supaya sektor bergerak. Kalau sektor bergerak, tercipta lapangan kerja, masyarakat punya daya beli, maka akhirnya ekonomi mampu berputar,” jelas Suli.

Di kelompok dua, Trubus Rahardiansyah (pengamat kebijakan publik sekaligus dosen di Universitas Trisakti) menjadi moderator untuk tema Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Mendekati 0% dan Kemiskinan Relatif di Bawah 6%. Pesertanya adalah Iqbal Hafizon (CISDI), Bona Tua (INFID), I Made Krisna Yudhana Wisnu Gupta (CIPS), Adi Khisbul Wathon (PATTIRO), dan Hasran (CIPS).

Tema ini menyoroti banyak hal yang punya kaitan erat dengan kemiskinan, mulai dari tata kelola data yang lebih baik, akses terhadap kesehatan, hingga banyaknya pekerja informal yang tidak terlindungi oleh berbagai jaring pengaman sosial seperti BPJS Kesehatan dan Tenaga Kerja. Selain harus menurunkan kemiskinan, pemerintah juga perlu menjaga agar aspiring middle class tidak turun.

Selain itu, kemiskinan ekstrem yang perlu dituntaskan untuk mencapai target pertumbuhan memerlukan analisis lebih dari langkah-langkah yang sudah diambil. Program Makan Bergizi Gratis (MBG), misalnya, perumus menyoroti hasil lanjutan dari pilot project yang telah dilakukan.

“Soal fiskal, perlu dipikirkan operational cost yang menekan dari total bahan sosial yang benar-benar masyarakat versus yang digunakan oleh siapapun pihak yang menyalurkan. Perlu juga dipertimbangkan sumber dana lain yang dimanfaatkan dan peningkatan tax ratio yang tentu saja akan memengaruhi,” ujar Krisna Gupta. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Benny Hutapea: Gibran Layak Pimpin Partai Golkar


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler