Skandal Demurrage Bukti Skema Impor Beras Merusak Politik-Ekonomi Nasional

Selasa, 13 Agustus 2024 – 12:08 WIB
ISeorang pedangan beras H Baden (65) mengatakan harga beras di pasar tradisional mulai stabil sejak sepekan terakhir. lustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Skandal demurrage atau denda impor beras semakin menjadi sorotan seusai terungkapnya keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

Skandal Rp 294,5 miliar ini ikut mengonfirmasi bahwa skema impor beras telah merusak lintas sektor politik dan ekonomi nasional.

BACA JUGA: Skandal Demurrage Bukti Bapanas-Bulog Gagal Wujudkan Ketahanan Pangan

Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan  skandal demurrage telah menunjukkan skema impor di Indonesia bermasalah besar.

“Saya bisa bilang ada benarnya karena telah memunculkan (pola) di luar kebiasaan pengiriman beras. Jadi bisa dipahami jika ada demurrage sampai 294,5 miliar. Itu kan yang nahan (beras ) pasti nanya, prosedurnya gimana,” tegas dia, Selasa (13/8).

BACA JUGA: Skandal Demurrage: Kemenperin Pertanyakan Legalitas Kontainer Beras yang Tertahan

Siswanto Rusdi melanjutkan bahwa skandal demurrage ini juga menunjukkan adanya komunikasi yang buruk antara lembaga dan kementerian.

“Ini kan persoalan, komunikasi antar lembaga buruk. Tapi sebagai orang pinggiran melihat ada main (korupsi) juga. Ya Itu gak mungkin di makan sendiri. Bukan hanya pemilik kapal, semua rantai dapet,” papar dia.

BACA JUGA: Demurrage Rp 294 M Terlalu Besar, Ekonom Sarankan BPK Lakukan Audit

Siswanto Rusdi berharap aparat penegak hukum baik KPK, Kejaksaan Agung hingga Mabes Polri dapat membongkar skandal demurrage impor beras sebesar Rp 294,5 miliar yang telah merusak lintas sektor politik dan ekonomi RI.

“Caranya membongkar gimana, ini lah tugas KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.

Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.

Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.

Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar.

Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal demurrage tersebut.

“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Hari, Minggu (4/8).

Dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.

Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.

Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler