jpnn.com, JAKARTA - Pedagang di Tanah Abang, yang menjual sajadah dan perlengkapan ibadah muslim, mengaku saat terbantu dengan kehadiran TikTok Shop.
Selama ini, menurut para pedagang, mereka hanya mendapatkan pemasukan besar saat musim haji dan Lebaran. Selebihnya, sepi pembeli.
BACA JUGA: Bukan Karena TikTok, Pedagang di Tanah Abang Sepi Pengunjung Lantaran Ogah Jualan ke Online?
Saat musim haji dan lebaran, memang banyak orang yang membutuhkan perlengkapan ibadah sebagai suvenir. Seperti sajadah, mukena, sarung, tasbih, sampai kurma dan air Zam-Zam dalam kemasan.
Pendapatan mereka bisa mencapai ratusan juta, hanya dalam sebulan. Pun saat lebaran tiba.
BACA JUGA: Aturan Baru Social Commerce di Indonesia, TikTok Angkat Suara
Itu artinya, mereka mendapatkan penghasilan besar selama dua bulan untuk bisa menghidupi kebutuhan mereka selama 10 bulan.
Namun tidak demikian selama satu tahun terakhir. Seorang pemilik toko di Tanah Abang, Nadia mengatakan selama satu tahun terakhir, hampir seluruh pedagang di Tanah Abang mulai familiar cuap-cuap secara live di TikTok Shop, termasuk dirinya.
BACA JUGA: Begini Cara Mudah Top Up Koin TikTok, Wajib Tahu
Nadia sudah setahun bergabung dengan TikTok Shop karena terbukti ampuh mendatangkan cuan meski di luar bulan haji dan lebaran.
"Saat bulan Ramadan, banyak orang beli ke toko kami di Tanah Abang untuk parcel, suvenir. Juga saat musim haji, biasanya pada beli untuk oleh-oleh. Sisanya, 10 bulan itu sepi. Nah, sejak ada TikTok Shop kita fokus jualan di sana, online. Konsumennya jadi lebih banyak lagi, lebih luas dari mana-mana. Ada yang dari Papua, Timika, Kalimantan, Sulawesi karena memang harganya lebih murah. Banyak diskon untuk reseller, pakai harga grosir. Yang pasti, belanja enggak perlu repot lagi ke Tanah Abang, cukup dari keranjang TikTok Shop," ujar Nadia, pemilik akun @TokoPutriBungsu.
Namanya tokonya memang unik, sesuai dengan posisi Nadia dalam keluarga.
Anak bungsu yang dipilih orang tuanya untuk melanjutkan bisnis keluarga. Ya, toko di Tanah Abang ini memang milik kedua orang tuanya.
Saat lulus kuliah, dia pun diminta untuk bantu mengembangkan bisnis keluarga tersebut.
Berdiri sejak 1997, Toko Putri Bungsu selalu tak pernah keluar dari Tanah Abang. Sampai akhirnya mereka memanfaatkan TikTok.
Kini, setiap hari Nadia (yang bertindak sebagai host) harus live di TikTok. Meski awalnya malu dan sempat meratapi nasib karena hanya sedikit yang menonton, Nadia kini mantap untuk mengasah keahliannya cuap-cuap depan kamera.
Toko Putri Bungsu sudah mampu mempekerjakan 11 karyawan dan membuka lapangan kerja baru.
"Live ini benar-benar membantu kami sekali yang awalnya hanya mengandalkan pendapatan dengan cara jualan konvensional, hanya dari orang-orang yang datang ke Tanah Abang. Semenjak TikTok Shop ada, konsumen kami lebih luas lagi. Memang ada beberapa platform lagi yang punya fitur live jualan online, tapi kami sekarang fokus jualan live di TikTok Shop karena pendapatannya memang lebih besar di situ," ujar Nadia.
Oleh karena itu, Nadia dan teman-temannya kebingungan ketika ada wacana untuk memisahkan fitur jualan di TikTok.
“Kenapa tidak boleh berjualan di media sosial? Padahal terasa sekali bedanya. Orang-orang yang berbelanja di TikTok itu emang sebenarnya tidak niat berbelanja. Hanya saja ketika melihat konten yang kami buat terlihat menghibur, ada sisi humanis yang tersentuh. Mereka juga disuguhkan produk real, bisa melihat khasiat dari produk tersebut secara langsung. Ini yang kemudian membuat mereka tertarik. Yang tadinya cuma scroll cari hiburan, malah akhirnya jadi beli," papar Nadia.
Nadia berani mengatakan hal ini karena dia pernah mengalami mendapatkan jumlah penonton live hanya sedikit.
Itu karena konten yang mereka tampilkan biasa saja. Namun saat digarap serius, dengan menghadirkan sebuah drama, dibumbui hal-hal yang lucu, konten live mereka menjadi lebih menarik.
Kontennya bahkan pernah booming sampai ditonton 3 juta kali.
Sementara seorang affiliator TikTok Shop, Nahda Nabilla setuju dengan Nadia terkait konten menghibur yang menjadi salah satu alasan para pengguna TikTok membeli sebuah produk.
Akun Nahda, yang kini telah memiliki lebih dari 300 ribu followers, kerap menyajikan konten marketing yang sifatnya soft selling.
Ini kerap dilakukan oleh para pengguna TikTok lainnya yang bergabung dalam program affiliate.
"Semua kita awalnya akan struggle untuk bisa live di TikTok. Sebulan dua bulan pertama, kita kayak orang gila, ngomong sendiri di depan ponsel. Malu sih, tapi itu akan ada hasilnya seiring dengan berjalannya waktu dan konsistensi kita. Namun saat melihat keranjang kita terisi, langsung bisa kelihatan dari layar itu juga, kita jadi makin semangat," ujar Nahda.
Menurut Nahda, saat live di TikTok Shop berbeda dengan live di platform lain.
"Platform lain tidak bisa berinteraksi langsung dan tidak menyediakan keranjang langsung. Kadang kita harus beralih ke aplikasi lain untuk bertransaksi. Itu yang bikin ribet. Kalau sudah begitu, konsumen biasanya ga jadi belanja, karena harus beralih dari satu aplikasi ke aplikasi lain," kata Nahda.
Artinya, kata Nahda, jika kebijakan pemerintah untuk memisahkan TikTok dengan TikTok Shop jadi dilakukan, yang terdampak bukan hanya seller, tetapi juga affiliator sepertinya, dan pemilik UMKM pada umumnya.
"Ditambah, pastinya lowongan pekerjaan tidak lagi bisa terbuka dengan luas. Malah bisa jadi mereka yang bergantung jualan online akan mengalami penurunan pendapatan, dan berimbas pada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan," pungkas Nahda. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi