Para Ulama Harus Menghadirkan Atmosfer Politik yang Sejuk

Kamis, 22 November 2018 – 22:07 WIB
Direktur Eksekutif Tali Foundation Jusman Dalle. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Tali Foundation, Jusman Dalle berharap di tengah situasi politik yang tegang dan memanas, miskin narasi dan surplus caci maki maka para ulama dituntut untuk hadir meniupkan petuah yang menciptakan atmosfer politik yang sejuk.

Hal tersebut disampaikan Jusman Dalle dalam siarana persnya, Kamis (22/11) menanggapi temuan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA bertajuk Ulama dan Efek Elektoral yang memotret pengaruh sejumlah tokoh agama Islam terhadap preferensi politik masyarakat Indonesia yang sempat memicu perdebatan.

BACA JUGA: Pengikut Ustaz Kondang Terbelah Pilpres

Untuk diketahui berdasarkan survei LSI Denny JA, tokoh Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab hanya menempati posisi kelima sebagai tokoh agama yang paling didengar imbauannya. Namanya di bawah, Ustaz Abdul Somad, Ustaz M. Arifin Ilham, Ustaz Yusuf Mansur dan Ustaz Abdullah Gymnastiar.

Menurut Jusman Dalle, ada tiga catatan mengapa pengaruh Habib Rizieq meleset dari perkiraan banyak orang. Pertama, ada persepsi negatif terhadap ulama yang terlibat aktif dalam pergumulan politik. Ulama yang berkutat dalam dunia politik dipandang sebagai politikus alih-alih ditempatkan sebagai ulama yang setiap katanya mesti dipatuhi.

BACA JUGA: Foto Sandiaga Uno Diedit sehingga Tampak Kenakan Serban

“Masyarakat cenderung melihat wilayah agama yang hitam putih tidak bisa diseret ke dunia politik yang merupakan wilayah abu-abu,” ujar Jusman dalam keterangannya, Kamis (22/11).

Kedua, kata dia, ulama yang aktif bersentuhan dengan elite politik cenderung dipandang sudah terpapar oleh kekuasaan. Kredibilitas keulamaannya terdegradasi. Tingkat kepercayaan terhadap imbauan-imbauannya menurun.

BACA JUGA: Membedah Kekuatan Adidaya Ulama

“Masyarakat seketika menjudge bahwa mereka kini politikus. Ucapannya dan imbauannya adalah pesan-pesan politik meski dibalut dengan nasihat keagamaan,” kata dia.

Terakhir, faktor budaya. Jusman mengatakan umat masih menomorsatukan ulama yang berdakwah secara lembut, tenang, santun dan merangkul. Bukan menghakimi dan menegasi.

Model dakwah seperti ini terlihat dilakukan oleh ustaz-ustaz berdasarkan tingkat pengaruhnya. Ustaz Abdul Somad, Ustaz Arifin Ilham, Ustaz Yusuf Mansur dan Aa Gym adalah ulama yang pembawaannya tenang dan menenangkan.

“Sejuk dalam mengartikulasikan petuah-petuah kepada jemaah,” tandasnya.

Jusman mengatakan penerimaan masyarakat berdasarkan karakter sang ustaz bukan barang baru bila dilihat sejarah dakwah dan persebaran Islam di nusantara, sambutan riuh kepada pengemban dakwah ketika itu berkat strategi komunikasi para ulama yang menggunakan pendekatan kearifan lokal.

“Berkomunikasi dengan masyarakat dan umat menggunakan bahasa yang dikustomisasi sesuai kebutuhan umat,” ucapnya.

Selain mendesakralisasi predikat keulamaan yang disandang, kata Jusman dampak sosial dari terjunnya ulama di kancah politik praktis adalah menguatnya politik identitas. “Cara ini efektif dalam menggalang entitas yang mungkin tidak terwakili di pemerintahan,” kata dia.

Kendati demikian, kata dia, politik identitas amat riskan bila ditelaah dalam kontestasi elektoral. Pasalnya, politik identitas berpijak di atas fondasi emosi, sehingga cenderung mencampakkan rasionalitas. Konsekuensinya, kata Jusman masyarakat terbelah dan polarisasi meruncing.

“Perbedaan jadi kian tajam dan mereka yang berselancar di atas politik identitas menikmati arus dukungan dari kelompok yang homogen,” ucapnya.

Dikatakan Jusman keterlibatan umat di kancah politik tentu bukan hal terlarang. Dalam perspektif akidah, umat Islam bahkan wajib peduli dengan urusan politik sebab berarti juga bakal menyangkut kehidupan umat itu sendiri. Terlebih sebagai elemen bangsa, lanjut dia, umat Islam seperti sering disebut-sebut, merupakan pemilik saham mayoritas di negeri ini.

Yang jadi persoalan, kata dia, ketika umat digiring secara emosional untuk mematut pada pilihan tertentu. Dicekoki doktrin-doktrin yang justru menutup nalar sehingga politik bukan menjadi panggung pencerahan. Padahal saat ini, umat islam justru butuh dibimbing dan dicerahkan.

“Mereka dibiarkan memilih secara jernih dan dipandu akal sehat yang berlandaskan pada prinsip-prinsip agama yang dianut dan diyakini,” imbuhnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... TGB di Ambang Dilema Antara Poltikus dan Ulama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
ulama  

Terpopuler