Melalui forum yang digelar pengurus asosiasi dan Kadin, Rachmat Gobel berharap kalangan dunia usaha bisa memberikan masukan kepada partai politik dalam mendesain perekonomia nasional terutama dalam pengembangan industri
BACA JUGA: 11 Tahun Lagi Semua Kebagian Listrik
Mengingat, setiap parpol pasti akan menempatkan kader-kadernya dalam parlemen maupun pemerintahan.''Siapa pun yang akan berkuasa kelak, tanpa dukungan yang obyektif dari parlemen pasti akan menemui kesulitan dalam menentukan langkahnya dalam upaya memecahkan berbagai persoalan bangsa , termasuk dalam membangun industri manufaktur,'' ungkap Gobel menjelaskan.
Putra mahkota dinasti Gobel ini juga mengaku optimis, sekalipun ke depannya tantangan yang akan dihadapi Indonesia semakin berat, menyusul krisis Global, namun peluang untuk mengembangkan sektor industri manufaktur masih terbuka luas
Karena itu, Gobel mengharapkan, agar partai politik yang telah menempatkan kadernya di parlemen untuk lebih fokus pada peningkatan nilai tambah sumber daya alam yang ada di dalam negeri." Apa yang kita lihat sekarang memang sangat ironis
BACA JUGA: PPP Tawarkan Trilogi Indonesia Sejahtera
Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar misalnya, namun tidak punya industri olefin yang memadaiKebijakan ekonomi, lanjut Gobel, khususnya dibidang industri tidak boleh lepas dari langkah restrukturisasi dan revitalisasi yang disertai dengan cara pandang arah kebijakan investasi." Sudah saatnya para pembuat kebijakan meninggalkan ukuran kinerja investasi industri dari sisi jumlah modal yang ditanamkan
BACA JUGA: Kapitalisasi Saham, Program Buyback Naik Rp345 Triliun
Tolak ukur harus pada sejauh mana investasi itu memperkuat pendalaman industri dan ketahanan ekonomi," ujar Rachmat yang juga Ketua Umum Gabungan Elektronik (GABEL) itu.Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, saat ini Indonesia memang masih ketinggalan arah kebijakan pembangunan industri manufaktur''Kita masih dibawah Malaysia, China atau Thailand,'' ujarnya.Indonesia berada di urutan ke 55 dari 134 negara yang disurvei, sedangkan Malaysia berada di posisi 21, China di posisi 30, Thailand di posisi 34 dan India di posisi 50.
"Dalam hal ini memperbaiki presepsi dunia usaha baik nasional maupun internasional terhadap birokrasi kebijakan pemerintah, kestabilan politik (hubungan eksekutif-legislatif), dan suplai infrastruktur, sangat dibutuhkan," ujar mitra lokal perusahaan raksasa elektronik Jepang, Matsushita, itu.(aj/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Realisasi Privatisasi BUMN Rp. 5,1 T
Redaktur : Tim Redaksi