jpnn.com, JAKARTA - Program tax amnesty bakal berakhir kurang dari dua pekan lagi.
Direktorat Jenderal Pajak masih menggenjot pendapatan dari para wajib pajak.
BACA JUGA: Realisasi Rendah, Restoran Diincar Ditjen Pajak
Salah satu yang menjadi bidikan adalah para pekerja seni.
Berdasar data Ditjen Pajak, jumlah wajib pajak orang pribadi (WP OP) pekerja seni masih sangat rendah.
BACA JUGA: PPh Dongkrak Realisasi Penerimaan Pajak
Di seluruh daerah, hanya 1.307 WP OP pekerja seni yang tercatat.
Dari jumlah itu, hanya 399 WP OP yang mengikuti amnesti pajak.
BACA JUGA: Kemenkop Perjuangkan Keringanan Pajak UMKM
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan, pekerja seni yang disasar meliputi produser, artis film atau sinetron, musisi, pembawa acara, sutradara, penulis naskah, dan model.
Dari sejumlah pekerja seni yang mengikuti tax amnesty, jumlah tebusan pajak yang disetor mencapai Rp 186,8 miliar.
’’Rata-rata tebusan pajak Rp 468.233.932. Yang paling tinggi itu Rp 1,43 miliar uang tebusannya dan yang paling rendah itu Rp 7.500,’’ papar Ken di Jakarta akhir pekan lalu.
Meski jumlah tebusan pajak dari pekerja seni cukup besar, partisipasi pekerja seni dalam pemenuhan kewajiban perpajakan masih sangat minim.
Hal itu juga terlihat dari tingkat kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan.
’’Masih ada 51 persen WP OP yang belum lapor hingga 2015 lalu. Jadi, ya masih perlu ditingkatkan kepatuhannya,’’ kata Ken.
Sebagai informasi, pada 2011, jumlah pekerja seni yang melaporkan SPT hanya 475 orang.
Jumlah tersebut meningkat pada 2012 menjadi 486 orang.
Pada 2015, terjadi peningkatan signifikan sebesar 640 WP OP pekerja seni yang melaporkan SPT.
Sementara itu, yang belum melapor adalah 667 orang.
’’Sementara yang ikut amnesti pajak masih minim sekali, baru 25 persen. Ini untuk pekerja seni yang artis dan sinetron serta musisi. Kalau yang pekerja seni lainnya, itu yang sudah ikut amnesti ada 46 persen dan sisanya 54 persen belum ikut,’’ jelas Ken.
Ken mengingatkan, jika para WP tidak memanfaatkan tax amnesty, dapat dipastikan sanksi akan menanti.
Berdasar pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, apabila dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak amnesti pajak berlaku, Ditjen Pajak menemukan data terkait harta WP di mana harta tersebut diperoleh antara 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan di SPT, harta itu dianggap sebagai tambahan penghasilan.
’’Harta tersebut dikenai pajak penghasilan dengan tarif normal ditambah sanksi dua persen per bulan. Ya tinggal dihitung saja berapa, kalau misalnya itu ditemukan pada 1985,’’ imbuhnya.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengungkapkan, masih minimnya jumlah peserta tax amnesty dari kalangan WP OP pekerja seni menunjukkan belum efektifnya upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah.
Para pekerja seni perlu mengetahui apa hak dan kewajibannya sebagai pembayar pajak sehingga mereka memahami bahwa mereka dikenai pajak progresif.
Sebagian besar dari para pekerja seni tersebut merasa sudah bekerja dan pajaknya sudah dipotong production house (PH)-nya.
Namun, mereka tidak melaporkan itu.
”Karena itu, dengan tarif pajak progresif, mereka selalu punya potensi kurang bayar pada akhir tahun nanti. Kalau disosialisasikan dengan baik, mereka jadi tahu kewajibannya,’’ ujarnya, Minggu (19/3).
Di sisi lain, lanjut Prastowo, juga perlu dilakukan sosialisasi terhadap sejumlah rumah produksi.
Sebab, tidak sedikit kasus di mana rumah produksinya menolak memberikan bukti potong pada artis yang dipekerjakannya. (ken/c17/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Pakai Cara Lama, Pajak Restoran Tak Maksimal
Redaktur & Reporter : Ragil