jpnn.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis bebas terdakwa kasus dugaan pemalsuan terkait tanah di Cakung, Paryoto.
Eks juru ukur tanah BPN itu dinilai tidak bersalah atas semua tuntutan hukum yang menimpa dirinya selama ini.
BACA JUGA: Kasus Penyerobotan Tanah di Cakung: Haris Azhar Ditantang Hadirkan Benny Tabalujan
Namun, Jaksa memastikan melakukan upaya kasasi terhadap putusan tersebut.
Kuasa hukum Paryoto, Wardaniman Larosa memastikan siap jika upaya tersebut benar akan dilakukan jaksa. Jika sudah menerima memori kasasi jaksa, pihaknya akan mempersiapkan kontra memori kasasi.
"Yang pada pokoknya mendukung penuh putusan PN Jaktim yang membebaskan Pak Paryoto," Wardani, Sabtu (19/12).
Yang pasti, menurut Wardani, putusan bebas tersebut bisa menjadi barometer untuk melepaskan dari jeratan status tersangka Benny Tabalujan dan terdakwa Achmad Jufri.
BACA JUGA: Azis dan Benny Cekcok di Paripurna RUU Cipta Kerja, Demokrat Pilih Walk Out
Benny adalah pemilik tanah yang diukur Paryoto. Sementara Jufri, adalah anak buah Benny yang mendampingi Paryoto saat menjalankan tugasnya itu.
Terpisah, Kuasa Hukum Benny, Haris Azhar tak heran jika Jaksa mengajukan kasasi. "Nggak apa, biasa itu," ujar Haris saat dikontak, Sabtu (19/12).
Menurut dia, pihak Abdul Halim yang bersengketa dengan Benny Tabalujan, memang ngotot ingin memenangkan kasus sengketa tanah ini. Haris meyakini, sikap ngotot Abdul Halim ini dilatari pihak yang berada di belakangnya.
Karena itu dia menyayangkan hanya pejabat-pejabat BPN saja yang dihukum. Tapi, pihak di belakang Abdul Halim tidak dikejar.
"Harusnya dikejar siapa yang dapat keuntungan dari 8 orang BPN yang dicopot Kementerian ATR/BPN? Beneficially ownernya siapa? Jadi jangan cuma BPN aja yang disalahin, ada motif di belakang ini. Ini yang mesti dibongkar," tegasnya.
Haris meminta Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mendorong aparat penegak hukum membongkar kasus sengketa ini sampai tuntas. "Menteri ATR/BPN harus mendorong aparat penegak hukum untuk membongkar siapa ini yang dapat keuntungan dari kasus Abdul Halim ini," tandas Haris.
Keluarga Tabalujan merupakan pemilik tanah seluas 7,7 hektare di Cakung Barat sejak 1974. Pada 2011, lahan itu disetorkan sebagai modal perusahaan (inbreng) PT Salve Veritate.
Sengketa terjadi setelah Abdul Halim, warga Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur, memohon penerbitan sertifikat lahan kepada kantor BPN setempat.
Ia mengklaim memegang hak dan mengaku membeli lahan itu pada 1980. Petugas BPN Jaktim menolak permohonannya.
Abdul Halim lalu mengajukan gugatan ke PTUN, meminta sertifikat HGB PT Salve di atas lahan tersebut dibatalkan. Majelis hakim mengabulkan gugatannya pada 1 April 2019. Tapi di tingkat banding dan di tingkat kasasi, Benny menang. PT Salve dianggap pemilik sah lahan tersebut.
Tapi kemudian Abdul Halim mengajukan permohonan pembatalan hak kepemilikan PT Salve kepada kantor BPN Jaktim bermodalkan putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatannya.
Kepala BPN Jakarta Timur kala itu, diduga mengabulkan permohonan Abdul Halim. Ia menerbitkan surat rekomendasi pembatalan hak PT Salve di atas lahan itu.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta, kala itu berinisial J, menyetujui rekomendasi BPN Jakarta Timur pada 30 September 2019. Ia diduga menerbitkan Surat Keputusan tanpa menyertakan keterangan penyelesaian sengketa.
Belakangan, Kementerian ATR/BPN melakukan investigasi. Dan hasilnya, pengajuan dan pengabulan rekomendasi tersebut cacat prosedur. Soalnya, sengketa kepemilikan antara Abdul Halim dan Benny masih berlangsung di pengadilan. Buntutnya, 8 pejabat BPN dicopot dari jabatannya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil