jpnn.com - JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan mengatakan, pasangan calon kepala daerah yang terbukti melakukan praktik politik uang harus dibatalkan pencalonannya. Dan jika ternyata sudah dilantik, harus dicabut SK-nya.
Sedangkan penyelenggara pemilu yang terlibat melakukan politik uang dan manipulasi suara hasil Pilkada diberi sanksi berat.
BACA JUGA: Keputusan MK Dianggap Tidak Selesaikan Subtansi Pilkada
“Saya usulkan sanksi yang berat bagi pelaku atau calon yang melakukan manipulasi suara dan politik uang,” kata Arteria kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Politikus dari PDIP itu juga sepakat bila masa pengajuan keberatan atau gugatan terhadap hasil Pilkada tidak dibatasi dan dibuka sampai masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih berakhir setelah dilantik.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Demianus-Adiryanus Laporkan Kesaksian Palsu
“Jadi, kapan pun ditemukan (pelanggaran politik uang dan manipulasi suara) bisa diproses dan bagi mereka yang terpilih dengan cara curang sanksinya dibatalkan jadi kepala daerah atau wakil kepala daerah terpilih. Bagi pelaku manipulasi ya dihukum mati saja,” tegas Arteria.
Sanksi diskualifikasi pasangan calon kepala daerah yang terbukti melakukan politik uang dilontarkan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan penyelenggara pemilu, Senin (1/2/2016) di Gedung DPR, Jakarta.
BACA JUGA: Ini Tokoh-tokoh yang Dibidik PAN untuk Pilkada DKI
Usul ini diharapkan bisa diakomdasi dalam revisi UU Pilkada. Jimly menilai, sanksi pidana politik uang tak efektif menekan praktik politik uang. Sanksi pidana yang hanya sembilan bulan penjara tak akan membuat jera para pelakunya.
“Lebih baik ancamannya diskualifikasi kepesertaan pilkada dibanding sanksi pidana,” kata Jimly.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku aneh melihat penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2015, khususnya Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu. Pasalnya, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah, terbukti melakukan politik uang, namun tidak didiskualifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Ini betul-betul aneh,” kata Yusril selaku kuasa hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu Sultan B Najamudin-Mujiono kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Menurut Yusril, dalam kasus Pilkada Bengkulu, politik uang itu betul-betul nyata karena tertangkap tangkap oleh panitia pengawas (panwas) Pilkada. Kasus ini juga sudah diadili di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan dinyatakan terbukti. Bahkan, penerima uang dari pasangan calon gubernur Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah, yakni Ahmad Ahyan sudah dipecat dari jabatan penyelenggara pemilu sebagai anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Singaran Pati.
“Tapi anehnya, pemberi suapnya yang merupakan calon gubernurnya langsung dan jelas sudah dibunyikan dalam putusan pengadilan DKPP tidak didiskualifikasi,” tutur Yusril.
Dia menegaskan, kasus politik uang di Pilkada Bengkulu benar-benar nyata, pernah diadili, dan sudah sepatutnya harus dituntaskan.
Calon gubernur Bengkulu Sultan B Najamudin mengatakan, bila tak diberi sanksi tegas diskualifikasi, maka siapa pun calon kepala daerah ke depan dan memiliki uang banyak maka ia dipastikan akan jadi kepala daerah terpilih.
Pasalnya, penanganan praktik politik uang hingga kini tak memberikan efek jera. “Mestinya tidak hanya didiskualifikasi, tapi juga harus diusut darimana asal usul uangnya. Jangan jangan uangnya juga dari hasil korupsi,” ujarnya. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingin Wisata Danau Toba Kian Berkembang? Calon PDIP di Simalungun Harus Menang
Redaktur : Tim Redaksi