Pasar Baru Hanya Bikin Ekspor Mebel Naik Tipis

Rabu, 28 Juni 2017 – 01:58 WIB
Salah seorang pekerja industri mebel di Surabaya tengah menyelesaikan pekerjaannya. Untuk menaikkan pasar ekspor pelaku industri di sektor ini minta pemerintah memberikan insentif. Foto Satria Nugraha/Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ekspor perabotan dari kayu di Jatim pada periode Januari–Mei 2017 mengalami kenaikan 4,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan tersebut dipengaruhi pasar-pasar baru yang berhasil digarap eksportir.

BACA JUGA: Ekspor Rendah, BI Koreksi Pertumbuhan Ekonomi

Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jatim Nur Cahyudi menyatakan, selain pasar tujuan utama Eropa dan Amerika Serikat, eksportir mulai menyasar pasar baru seperti Timur Tengah, yakni Dubai maupun Afrika.

”Permintaannya positif sehingga ada kenaikan tipis bagi ekspor industri mebel asal Jatim,” tuturnya pada 23 Mei lalu.

BACA JUGA: Neraca Perdagangan Surplus, Tapi Tertekan Peningkatan Impor

Nilai ekspor mebel Jatim pada periode Januari hingga Mei 2017 mencapai USD 109,689 ribu.

Sementara itu, nilai ekspor mebel Jatim pada periode Januari–Mei 2016 hanya mencapai USD 104,870 ribu.

BACA JUGA: Qatar Diboikot, Perdagangan Indonesia Ikut Terdampak

”Namun, saat ini kontribusi ekspor kita ke nasional menurun. Dulu kontribusi ekspor Jatim ke nasional bisa mencapai 60 persen, sedangkan sekarang hanya 40 persen,” urainya.

Hal itu disebabkan beberapa daerah mampu meningkatkan ekspor cukup signifikan, di antaranya, Jawa Tengah.

Meski demikian, kenaikan ekspor tersebut dinilai masih kecil daripada target ekspor mebel yang dicanangkan pemerintah minimal 10–12 persen per tahun guna mengejar nilai ekspor USD 5 miliar pada 2019 kelak.

”Saat ini memang banyak peraturan yang cukup menghambat industri mebel,” tambah Dewan Pembina HIMKI Jatim Sumarno.

Salah satu peraturan yang dinilai menghambat datang dari lembaga surveyor yang tidak memperbolehkan eksporter mengubah dokumen V-legal untuk ekspor.

Padahal, ketika dokumen V-legal tidak diubah, dokumen PEB (pemberitauan ekspor barang) dari Bea Cukai juga tidak bisa diubah dan mengakibatkan ekspor terpaksa batal.

”Padahal, untuk ekspor itu adanya kemungkinan perubahan besar sekali. Sebab, jika ternyata daya muat kontainernya banyak, kami bisa menambah muatan barangnya untuk efisiensi logistik,” tutur Sumarno.

Begitu pula sebaliknya, jika ada barang yang tidak muat masuk ke kontainer, barang harus dikeluarkan dan otomotis terjadi perubahan antara realisasi ekspor dan di dokumen V-legal.

Padahal, PEB dari bea cukai tidak bisa diubah jika dokumen V-legal juga tidak diubah.

Apalagi, beberapa lembaga surveyor tidak melayani eksportir selama 24 jam, tetapi maksimal hingga pukul 15.00 saja.

”Ini kan menghambat kinerja ekspor. Padahal, sebanyak 90 persen ekspor itu dilakukan di atas pukul 15.00,” imbuhnya.

Pihaknya pun meminta pemerintah mengimbau lembaga surveyor mau membuka layanan hingga 24 jam sama seperti Bea Cukai.

Selan itu, eksportir meminta agar tidak dikenai biaya tambahan guna pengurusan perubahan dokumen V-legal. (vir/c25/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Faktor-Faktor Penghambat Industri Mebel


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler