Pasar Tradisional Susut 15 Persen Setiap Tahun

Dampak Kebijakan Neoliberal

Minggu, 31 Mei 2009 – 16:25 WIB

JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Prof Nizam Jim Wiryawan menilai, pertarungan pilpres 2009 sudah tidak diwarnai isu Jawa-luar Jawa"Tapi pertarungan paham nasionalis dengan internasionalis, yakni yang berpaham neoliberalisme," ujarnya pada diskusi bertema 'Perspektif Ekonomi Indonesia Pascapilpres 2009' di Hotel Ambhara, Jakarta, Minggu (31/5)

BACA JUGA: Pilpres 2009, Pertarungan Cawapres

Diskusi digelar DPP Pemuda Demokrat Indonesia.

Rakyat, lanjutnya, disodori dua pilihan, yakni capres yang ingin mewujudkan ekonomi kerakyatan atau yang ingin membawa bangsa ini tetap dikendalikan kekuatan asing
Dia lantas menyetir ucapan Soekarno bahwa seorang pemimpin tidak akan bisa mewujudkan keadilan rakyat selama masih menerapkan paham ekonomi liberal.

Dia lantas mengkritik kebijakan pemerintahan SBY yang tidak memikirkan ekonomi kerakyatan

BACA JUGA: SBY-Boediono Targetkan 70 Persen di Sumsel

Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir, setiap tahunnya jumlah pasar tradisional berkurang sebanyak 15 persen
Di sisi lain, jumlah pasar-pasar modern bertambah 30 persen setiap tahunnya

BACA JUGA: Tim Sukses Hanya Suguhkan Ketegangan

"Jadi, kalau bilang 'lanjutkan', itu jelas salahMestinya stop," sindirnya.

Senada dengan Jim, pendapat pengamat ekonomi Ichsanuddin NoorsyMenurutnya, kalau pemerintahan SBY tidak mau dituduh berpaham neolib dengan alasan telah menerapkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), itu alasan yang salah"Karena BLT merendahkan harga diri warga penerima BLTPenerapan paham ekonomi neolib memang telah merendahkan harga diri bangsa," ujarnya(sam/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat : Kampanye Negatif Tak Dilarang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler