jpnn.com - JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago menilai pemerintah seharusnya fokus pada kontrol rokok kemasan seram yang keluar dari pabrik ke pasaran. Pemerintah tidak perlu menarik stok rokok lama yang sudah beredar di pasar.
"Kalau barang sudah diproduksi tidak perlu ditarik biar habis, tapi harus ada mekanismne pemerintah mencegah penyalahgunaan," kata Adrinof dalam keterangan yang diterima, Selasa (8/7).
BACA JUGA: Diguyur Rp57,7 Triliun, IPM Papua dan Papua Barat Tetap Jeblok
Ia mengatakan, harus ada kontrol barang keluar atau rokok kemasan seram dari pabrik untuk beredar di pasar. "Tidak perlu ditarik stok lama, peringatan dimulai lewat bilboard," jelas Andrinof.
Dia menekankan, munculnya kemasan baru berdasarkan aturan pemerintah atas Pictorial Health Warning (PHW), jangan sampai meninggalkan kerugian ekonomis produsen ataupun menimbulkan persoalkan antara produsen dan distributor.
BACA JUGA: DPD dan BPK Akan Usut Penggunaan Dana Transfer
Diakuinya, kualitas peringatan bahaya rokok harus ditambah dan diperlukan konsistensi penegakan aturan. Karenanya Adrinof menambahkan, tempat bagi orang merokok juga perlu diatur sehingga hak orang tidak merokok tak hilang.
Sedangkan pengamat ekonomi Januar Rizki memandang loyalis merokok tidak akan terpengaruh meski kemasan baru telah bergambar seram. Hal ini juga berlaku bagi pengusaha ataupun distributor rokok.
BACA JUGA: H-20, Harga Bahan Pokok di Pasar Relatif Stabil
Menurutnya, kendala terbesar hanya dalam aspek menggaet pasar baru atau perokok pemula. "Intinya pemerintah bukan ingin menyetop industri rokok. Loyalis merokok tidak berpengaruh," ungkap dia.
Januar memandang persoalan kosting redesign akan terjadi namun tak akan berarti pada fix cost dimasa mendatang.
"Gak terlalu berarti, yang berat kalau terjadi penurunan konsumen dari sisi itu. Setiap pedagang apapun memilah konsumen yang loyalis perokok baru ada pengaruhnya," jelasnya.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan Cukai Susiwijono mengungkapkan, penerapan PHW tentu akan memberikan pengaruh terhadap besaran konsumsi rokok. Ujungnya juga menurunkan volume produksi dan berakibat terhadap penurunan penerimaan cukai.
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 resmi diberlakukan pada 24 Juni lalu.
Aturan tersebut mewajibkan para produsen rokok menggunakan gambar bahaya merokok pada kemasannya dengan harapan dapat mengurangi konsumsi rokok. Dan, sebagaimana peraturan, penarikan juga tak dilakukan. Dia malah mempertanyakan jika ada wacana penarikan kemasan rokok sebelumnya.
"Nah volume produksi itu variabel paling utama dari nilai cukai. Sehingga begitu ada peringatan tadi, pengalaman di negara maju itu 1-3 persen pengaruhnya ke konsumsi, kemudian ke produksi lalu ke penerimaan cukainya," ungkapnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PNM Agresif Bina UMKM di Medan
Redaktur : Tim Redaksi