Edmond Faddilsson memarkir mobilnya di depan sebuah hostel di Kroasia setelah berkendara dari Swedia. Ia tidak tahu persis berapa jumlah negara yang dilaluinya dalam situasi pandemi di Eropa saat ini.

"Saya harus menghitungnya dulu," katanya.

BACA JUGA: Susah Makan Karena COVID-19? Dokter Spesialis Berbagi Tips Sederhana

"Swedia, Finlandia, Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Serbia, Hongaria, Romania, Bulgaria, Yunani, Bosnia, Montenegro.

"Saya memang suka melakukan perjalanan."

BACA JUGA: Kementerian Keuangan Terus Memberikan Berbagai Insentif Fiskal untuk Penanganan Covid-19

Lewat percakapan Zoom, Edmond yang berasal dari Swedia ini memegang 'kartu vaksinasi' ukuran kertas A4 yang sudah dilaminasi yang harus ditunjukkannnya kepada petugas perbatasan setiap kali dia melintasi satu negara.

Di kartu itu tertera keterangan: "Sertifikat COVID Digital Uni Eropa", yakni dokumen yang memungkinkannya melakukan perjalanan melintasi batas negara. Tanpa kartu tersebut, dia harus kembali pulang atau menjalani karantina.

BACA JUGA: Megawati Pasang Badan untuk Jokowi, Pengamat: Sangat Berlebihan, Belum Siap Berdemokrasi

Sejak dia mendapat kartu itu di akhir Juli, Edmond sudah berulang kali melakukan perjalanan. Ia sekarang merasa lega karena sudah bisa leluasa bergerak lagi setelah sebelumnya terkungkung di negeri sendiri selama pandemi.

Dia berencana mengunjungi 26 negara selama beberapa pekan ini.

Perjalanan internasional tanpa karantina seperti yang dilakukan Edmond saat ini tidak bisa dilakukan oleh banyak warga di negara-negara lain, termasuk Australia. Namun, situasi ini kemungkinan akan secara perlahan berubah.

Bila Australia sudah mencapai suatu keadaan di mana tingkat vaksinasi sudah cukup tinggi, kemungkinan besar perbatasan akan dibuka kembali.

Dan ketika itu terjadi, mereka yang melakukan perjalanan harus bisa membuktikan bahwa mereka sudah mendapatkan vaksinasi penuh.

Karena itu mereka membutuhkan paspor vaksin internasional yang diakui secara internasional. Kerjasama internasional guna mengakui paspor vaksin

Dalam beberapa pekan terakhir, penggunaan paspor vaksin domestik sudah mulai dibicarakan di Australia.

Secara teknis, ketersediaan paspor tersebut secara digital mudah dilakukan.

Badan bernama Services Australia sudah melakukan pembicaraan dengan Apple dan Google agar dompet digital di telepon seluler iPhone dan Android bisa menunjukkan bukti vaksinasi dari akun MyGov.

Namun, paspor vaksin untuk perjalanan internasional jauh lebih kompleks.

Paspor vaksin internasional ini memerlukan kerja sama dan rasa saling percaya antarnegara untuk mengakui sistem dan standar negara lain.

Berkaca dari berbagai kebijakan penutupan perbatasan negara-negara selama pandemi, kerja sama internasional bukanlah hal yang saat ini mudah dilakukan.

Matt Warren, direktur Penelitian dan Inovasi Keamanan Siber di Universitas RMIT di Melbourne memperkirakan, perjalanan akan sangat terbatas untuk warga Australia di masa-masa awal perbatasan internasional jika nanti dibuka.

"Pada awalnya kita tidak akan bisa terbang sesuai keinginan kita," katanya.

"Kita akan dibatasi dengan hanya bisa mengunjungi negara-negara yang memiliki kerja sama bilateral yang menerima keabsahan paspor vaksin dari negara masing-masing."

Daftar teratas akan berisi negara yang memiliki tingkat vaksinasi tinggi dan ini membuat banyak negara berkembang tidak akan termasuk di dalamnya, karena sejauh ini  baru 1,1 persen jumlah penduduk negara berpenghasilan rendah mendapatkan vaksin COVID dosis pertama.

Selain itu, negara tujuan harus memiliki sistem sertifikasi yang bisa dipercayai oleh pemerintah Australia.

Akibatnya, tujuan pertama yang terbuka akan berasal dari negara-negara kaya di mana mereka mungkin memerlukan persyaratan vaksin paspor tersendiri.

Bahkan mungkin akan dibutuhkan paspor berbeda untuk masuk ke berbagai wilayah dalam satu negara.

Mungkin akan diperlukan satu paspor vaksin untuk naik pesawat, paspor vaksin untuk pemeriksaan di tempat kedatangan, dan paspor vaksin untuk mengunjungi kafe dan museum.

"Dalam dunia yang ideal semua proses ini akan berjalan dengan mulus," kata Professor Warren. 

"Namun, realitanya tidak akan begitu. Tidak akan ada satu sistem global yang berlaku di seluruh dunia saat ini."

Karena tidak adanya sistem global, tidak ada standar umum untuk menentukan sertifikasi bagi mereka yang sudah divaksinasi.

Karena itu pemerintah Australia harus melakukan perundingan sendiri-sendiri dengan banyak negara.

Sebagai contoh, bila warga Australia ingin bepergian ke Spanyol untuk liburan musim panas tahun 2022, pemerintah Australia harus memiliki persetujuan dengan Uni Eropa.

Untuk itu, Australia harus yakin bahwa seluruh warga Eropa yang mendatangi Australia semuanya sudah divaksin.

"Apakah kita akan percaya bahwa pemerintahan di sana akan memiliki informasi soal vaksin itu?," kata Professor Warren.

"Teknologi sudah tersedia untuk hal tersebut. Masalahnya adalah pada penerapan, dan di sinilah aspek manusia pelaksananya akan jadi masalah."

Selain itu, sekarang sudah ada laporan soal Sertifikat Digital COVID Uni Eropa yang dipalsukan.

Di Amerika Serikat, penyelidik dilaporkan menyita ratusan kartu CDC setiap harinya. CDC adalah kepanjangan dari Pusat Pengawasan Penyakit, lembaga yang mengawasi penyebaran penyakit menular disana.

Kartu CDC ini diterbitkan sebagai bukti bagi warga AS bahwa mereka sudah divaksinasi dan digunakan untuk melakukan perjalanan seperti ke Eropa, Kanada dan Inggris, sebagai paspor vaksin.

Sertifikat vaksinasi COVID-19 Australia juga mudah dipalsukan, walau untuk saat ini memang tidak dibuat untuk perjalanan internasional.

Menurut Professor Warren, banyak pihak akan berusaha mencari kelemahan dari sistem paspor vaksin tersebut.

"Masalah dengan semua teknologi adalah pasti ada orang-orang yang berusaha mencari kelemahannya," katanya.

"Khususnya dari mereka yang anti-vaksin, yang ingin bepergian namun tidak mau divaksinasi." Penggunaan sertifikat vaksin Australia untuk perjalanan internasional

Sampai saat ini Australia belum memiliki paspor vaksin untuk perjalanan internasional, sehingga yang bisa digunakan adalah sertifikat digital yang sudah tersedia online setelah mendapatkan dua dosis vaksin.

Masih belum jelas apakah ini bisa digunakan nantinya untuk bepergian ke luar negeri.

Peraturan Uni Eropa mengatakan negara-negara anggota bisa menerima sertifikat dari negara ketiga agar mereka mendapatkan akses perjalanan tanpa karantina.

Selain masalah sertifikat, masalah lainnya adalah apakah sebuah negara mengakui vaksin yang digunakan negara lainnya.

Vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh Australia - yang diberi nama Vaxzevria - belum diakui oleh Badan Obat-obatan Uni Eropa.

Ini bisa menimbulkan masalah bagi beberapa warga Australia ketika mereka pergi ke Eropa.

Di Amerika Serikat, hanya tiga vaksin COVID-19 yang sudah mendapat pengesahan untuk digunakan termasuk  Pfizer, tapi AstraZeneca belum.

Warga Australia boleh masuk ke sana dengan bukti tes COVID negatif.

Menurut Tony Webber, mantan ekonom kepala maskapai penerbangan Australia Qantas, ketika wisata internasional dibuka kembali, kemungkinan harga tiket pesawat dari Australia akan murah.

"Kemungkinan harga akan didiskon besar-besaran guna mendorong orang untuk melakukan perjalanan," kata Webber yang sekarang menjadi professor di Universitas Sydney tersebut.

Namun menurutnya itu tidak akan berlangsung lama karena maskapai penerbangan kemudian akan menaikkan harga tiket.

"Dalam jangka menengah, maskapai harus berusaha mendapatkan keuntungan guna menutupi kerugian yang dialami selama dua tahun terakhir," kata Dr Webber.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Vaksin Dosis Ketiga Belum Perlu, Cukup Dua

Berita Terkait