Dua pengungsi di Australia menggunakan situs YouTube dan humor atau parodi untuk mematahkan stereotip yang berkembang di masyarakat, dengan menciptakan 10 serial online berjudul ‘Dua Pengungsi dan Seorang Berambut Pirang’.
Aktor dan penulis, Osamah Sami, serta sutradara, Shahin Shafaei adalah pengungsi yang berusaha menceritakan pengalaman mereka sendiri untuk serial ini, yang juga dibintangi pengungsi lainnya, yakni Behrouz Harvasi.
BACA JUGA: Paguyuban Pasundan di Melbourne Sukses Gelar Pertunjukan Kabayan
Osamah lahir di Iran dari orang tua berdarah Irak yang datang ke Australia bersama dengan tujuh saudaranya, dan menetap di Melbourne.
Shahin Shafaei (kiri), Osamah Sami dan Rain Fuller (kanan).
BACA JUGA: Burung Kolibri Lebih Banyak Miliki Persamaan dengan Lebah
Anak tertua dari 8 bersaudara, Sami berusia 13 tahun ketika mereka tiba di Australia, dan tanpa bisa berbahasa Inggris, ia mengungkapkan, kondisi itu sempat menantang bagi keluarganya.
"Kota tempat saya dibesarkan adalah Vatikan dari dunia Muslim, itu adalah negara di dalam negara, dan saya datang ke sini kemudian tiba-tiba melihat perempuan mengenakan celana jeans dan bahkan lebih dari itu, ada gadis-gadis di pantai dan itu membuatku terkejut tapi dalam arti yang baik,” tuturnya.
BACA JUGA: Gunakan Nama Palsu Beli Tiket Pesawat Dihukum Sembilan Bulan Penjara
Ia lantas menceritakan, "Ketika saya di Iran, saya adalah orang Irak, jadi saya merasakan penganiayaan di Iran sebagai anak Irak. Saya adalah orang Arab, jadi di sana saya orang asing, jadi ketika kami datang ke Australia kami bersumpah hal itu tak kan terjadi lagi - Ini adalah awal baru dan penganiayaan itu akan berhenti, tapi nyatanya tidak."
Pengungsi digunakan sebagai komoditi politik
Shahin tiba di Australia dari Iran melalui Indonesia, pada tahun 2000, dan menghabiskan hampir 22 bulan di Pusat Penahanan Imigrasi Curtin, di Australia Barat.
Ketika ia keluar dari rumah detensi, ia mulai membangun hidupnya kembali dengan kegiatan acting, menulis dan menyutradarai, bahkan tampil di pertunjukan solo keliling Australia.
Shahin mengatakan, ia pikir sikap warga Australia terhadap pengungsi telah berubah lebih baik, tetapi politik tetaplah sama.
"Bagian terburuknya adalah masih menyaksikan bagaimana politisi menggunakan ini untuk menggalang suara, yang menjadi permainan sangat kotor," keluhnya.
Ia menyambung, "Dengan cara itu, kemanusiaan keluar dari jalur karena manusia hanyalah angka ... mereka bukan manusia dan itulah sebabnya kami merasa ingin menceritakan pengalaman itu.”
Rain Fuller- yang ikut berperan sebagai salah satu produser di serial itu dan berperan sebagai presenter radio yang menjamu dua pengungsi- mengatakan, ia berharap agar pertunjukan online itu mampu membuka babak baru dalam perdebatan isu suaka.
"Kadang-kadang, sungguh lelah mendapat kabar buruk secara konstan, tetapi melalui komedi, mudah-mudahan kami bisa memberi warna dan cahaya pada kehidupan dan melihatnya dari perspektif yang berbeda dan memulai dialog dengan cara itu," jelasnya.
Dalam karya terbaru mereka ‘Dua Pengungsi dan Seorang Berambut Pirang’, tak ada yang di luar batas, percaya bahwa cara terbaik untuk menjembatani kesenjangan adalah dengan menertawakan diri sendiri.
"Kami memahami bahwa masyarakat di lingkungan kita saat ini pandai menertawakan diri mereka sendiri - Anda lihat Kath dan Kim, itu cara terbaik," ujar Shahin.
Ia menuturkan, "Hal ini memungkinkan kami untuk benar-benar menggali lebih dalam dan mendorong batas-batas komedi yang mudah-mudahan akan membawa kami ke dalam sedikit masalah, tapi dalam cara yang baik, karena sekarang kami merasa seperti menggerakkan sedikit diskusi seputar isu-isu ini."
Ke-10 episode akan ditampilkan dalam pemutaran khusus pada 24 Juni, di mana semua hasilnya akan diberikan ke lembaga ‘Asylum Seeker Resource Centre’.
Setiap episode akan ditampilkan lewat situs YouTube.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Wanita Pengunjung Kebun Binatang Perth Terkunci