Payah! Inilah Penyebab Hukuman Kebiri Belum Bisa Diterapkan

Sabtu, 07 Mei 2016 – 10:22 WIB
Para pelaku pemerkosaan terhadap Yuyun. FOTO: JAWA POS GROUP

jpnn.com - JAKARTA – Draft rancangan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) yang mengatur tentang hukuman kebiri bagi predator seksual sempat hilang. Padahal tahun lalu Perpu itu sudah digadang-gadang. Hingga akhirnya kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun, 14, memaksa agar Perpu itu segera diterbitkan. 

Pemerintah berkelit, pembahasan Perpu yang mengatur tentang kebiri sangat alot karena ada pro kontra. 

BACA JUGA: Calon Jamaah Haji Sebaiknya Antre daripada Kena Tipu

Disinggung soal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise pun langsung pasang badan. 

Seolah tak ingin disalahkan, ia langsung melempar bola panas ke Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Dia menuturkan, draft sudah diserahkan pihaknya sejak akhir tahun lalu.

BACA JUGA: Kerja Sama RI-Timor Leste Masih Kurang Lancar

Tak ingin disudutkan begitu saja, Kemenko PMK pun langsung menyerang balik.  Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak, Kemenko PMK Marwan Syaukani menuturkan, draft yang diserahkan Kementerian PPPA tidak disertai kajian mendalam bersama kementerian/ lembaga terkait. 

Oleh karenanya, Kemenko PMK harus terlebih dahulu mengumpulkan mereka untuk mengkomunikasikan wacana hukuman kebiri ini. 

BACA JUGA: Fatayat: Kasus Yuyun Tamparan Bagi Republik

”Hanya sebatas draft. Kami tentunya tidak ingin demikian dan ada polemik ke depan. Jadi harus didengar semua,” katanya. 

Kajian bersama ini pun ternyata tak berjalan mulus. Muncul pro kontra terkait wacana hukuman menghilangkan libido ini. Itu pun bukan dari satu lembaga saja. 

Tapi, yang mengejutkan, Marwan menyebut, penolakan justru datang dari beberapa penggiat anak. ”Ada beberapa penggiat anak juga. Tak bisa disebutkan penggiat mana yang menolak. Kalau KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan Komnas Perlindungan Anak sih sangat mendukung dari awal,” tuturnya. 

Diakuinya, penolakan ini sempat membuat pembahasan alot. Ditambah pula, tak ada payung hukum untuk hukuman kebiri ini. Memang, dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tak ada aturan soal hukuman kebiri. Hukuman hanya terdiri dari hukuman 20 tahun, seumur hidup dan hukuman mati. 

”Sehingga kami juga harus sangat hati-hati. Jangan sampai sudah diputuskan tapi berpolemik. Belum lagi soal kemungkinan bila tak kunjung ditolak oleh DPR setelahnya. Kan jadinya gugur dan hanya berlaku satu tahun saja,” ungkapnya. 

Sebagai informasi, Perpu memang menjadi hak prerogatif presiden. Saat disetujui dan ketok palu, maka perpu bisa langsung berlaku. Namun, diterangkan juga dalam Undang-undang nomor 12 Tahun 2011, tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, bahwa Perpu harus langsung dibahas dalam persidangan selanjutnya di DPR. 

Persidangan tersebut untuk membahas apakah Perpu disetujui atau tidak. Bila disetujui, maka akan langsung disahkan sebagai undang-undang. Tapi, jika sebaliknya, perpu jadi tidak berlaku. Dan selanjutnya, Pemerintah bersama DPR akan melakukan perumusan RUU pencabutan Perpu tersebut. (mia/bay)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Biarkan Golkar Dipimpin Pengusaha Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler