PB HMI Merespons Pernyataan Menag Soal Pengeras Suara di Masjid, Simak

Sabtu, 26 Februari 2022 – 22:33 WIB
Pj Ketua Umum PB HMI Romadhon Jans dan jajaran PB HMI menggelar konferensi pers bertema Meluruskan Polemik Penyataan Menteri Agama Terkait Penggunaan Toa Masjid dan Musala pada Sabtu (26/2/2022). Foto: Dok. PB HMI

jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) merespons pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas terkait azan. 

PB HMI menggelar konferensi pers pada Sabtu (26/2/2022) bertema Meluruskan Polemik Penyataan Menteri Agama Terkait Penggunaan Toa Masjid dan Musala.

BACA JUGA: Perkembangan Terbaru Soal Aturan Pengeras Suara Masjid

Pj Ketua Umum PB HMI Romadhon Jans mendukung Surat Edaran (SE) Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Muhala.

Dia beralasan SE Kemenag tersebut sebagai salah bentuk toleransi terhadap keberagaman agama yang ada di Indonesia.

BACA JUGA: SE Menag Bukan Larangan Azan, Hanya Pengaturan Pengeras Suara

PB HMI meminta kepada semua elemen masyarakat untuk melihat video pernyataan Kemenag secara utuh supaya dapat memahami niat baik Kemenag, jangan termakan isu dan framing yang dapat memecah belah bangsa.

“Kami meyakini bahwa statement menteri agama tidak bermaksud untuk menyakiti hati siapa pun, tetapi kami masyarakat dan umat Islam harus lebih jernih menanggapi isu yang sudah berkembang bebas. Kemenag sendiri sudah klarifikasi secara lembaga kementerian," kata Romadhon.

BACA JUGA: Ini Sikap Rakyat Aceh soal SE Pengeras Suara, Menag Gus Yaqut Harus Tahu

Lebih lanjut Madon panggilan akrab Pj Ketua Umum PB HMI ini mengecam keras kepada kelompok yang memolitisasi pernyataan Kemenag yang dianggap membandingkan suara adan dengan gonggongan anjing.

“Kami mengecam keras ada kelompok-kelompok yang memolitisasi pernyataan Kemenag yang dianggap membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing," ujarnya.

Dia juga meminta kepada semua masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan adanya informasi yang menyebar di media sosial.

Pasalnya, kata dia, tidak ada persoalan dengan SE tersebut mengingat tidak ada larangan penggunaan pengeras suara, yang ada hanya pengaturan agar tertib dalam penggunaannya.

Terkait usulan pengaturan volume azan, Romadhon juga memberikan sejumlah pandangannya.

Menurut dia, pengaturan tentunya perlu dukungan dan saling menerima masukan dari para tokoh stakeholder, karena soal beragama di Indonesia banyak memiliki budaya dalam menjalankan aktivitas ibadahnya. 

“Jika terdapat non-Muslim yang terganggu dengan suara azan, maka itu bisa diatasi dengan menurunkan volume azan, namun dengan mempertimbangkan kewajaran, seperti di tempat yang mayoritas non-Muslim atau di tempat yang harus jauh dari suara keras,” ujar Madon.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler