PBB Khawatir Melihat Cara Taliban Perlakukan Warga Afghanistan

Jumat, 10 September 2021 – 23:34 WIB
Orang-orang membawa bendera Afghanistan saat mereka mengambil bagian dalam protes anti-Taliban di Jalalabad, Afghanistan (18/8/2021) dalam tangkapan layar yang diambil dari sebuah video. Foto: ANTARA/Pajhwok Afghan News/Handout via REUTERS/pri

jpnn.com, NEW YORK CITY - Kantor Hak Asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan respon Taliban terhadap aksi damai di Afghanistan semakin keras di mana pihak berwenang menggunakan peluru tajam, pentungan, cambuk, dan menyebabkan setidaknya empat pengunjuk rasa tewas.

Unjuk rasa dan demonstrasi yang seringkali dipimpin kaum perempuan merupakan tantangan bagi pemerintah baru Taliban yang berusaha mengkonsolidasikan kendali setelah merebut ibu kota Kabul hampir sebulan lalu.

BACA JUGA: Lebih Bahaya Dampak Persaingan 2 Kubu ini Daripada Taliban Bagi Indonesia

“Kami telah melihat reaksi dari Taliban yang sayangnya sangat parah,” Juru Bicara Hak Asasi PBB Ravina Shamdasani mengatakan dalam rapat di Jenewa.

Dia menambahkan PBB telah mendokumentasikan empat pengunjuk rasa yang tewas tertembak.

BACA JUGA: Saran Imron Bagi yang Ingin Tiru Tindakan Taliban, Begini!

Namun, menurut dia, beberapa atau semua mungkin akibat upaya membubarkan pengunjuk rasa dengan tembakan.

Shamdasani menuturkan PBB juga telah menerima laporan pencarian dari rumah ke rumah bagi mereka yang tergabung dalam unjuk rasa.

BACA JUGA: Taliban Kembali Berkuasa, Pelarian Afghanistan di Indonesia Makin Putus Asa

Ia menambahkan para jurnalis yang tengah meliput unjuk rasa itu pun terintimidasi.

“Dalam satu kasus, satu jurnalis dilaporkan telah diberi tahu seiring ditendang kepalanya ‘kamu beruntung kepalamu tidak dipenggal,” kata Shamdasani.

“Sungguh di sana banyak sekali intimidasi yang para jurnalis alami ketika mereka hanya berusaha melakukan pekerjaannya,” ujarnya.

Infeksi harian baru Singapura telah meningkat tajam baru-baru ini dan mencapai 450 kasus pada Kamis (9/9), setelah langkah-langkah penahanan dilonggarkan sebagai bagian dari pembukaan kembali bertahap setelah vaksinasi 80 persen dari populasinya.

"Peningkatan infeksi harian yang cepat dan eksponensial yang kita alami sekarang ini adalah apa yang harus dilalui oleh setiap negara yang ingin hidup dengan COVID-19 di beberapa titik," kata Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung dalam konferensi pers pada Jumat.

Untuk mendukung sistem perawatan kesehatan, Singapura akan membiarkan lebih banyak pasien yang divaksin pulih di rumah dan akan memulai program suntikan penguat (booster) vaksin untuk kelompok rentan.

Pihak berwenang juga telah memutuskan untuk mengurangi karantina dari 14 hari menjadi 10 hari untuk kontak dekat dengan orang yang terinfeksi.

Indikator utama dalam menentukan langkah pembukaan kembali adalah jumlah pasien di unit perawatan intensif (ICU) selama 2-4 minggu ke depan, kata Lawrence Wong, menteri keuangan dan ketua bersama gugus tugas virus corona.

Saat ini ada tujuh pasien ICU dan 300 tempat tidur yang tersedia, yang dapat ditingkatkan menjadi 1.000 tempat tidur.

Jika jumlahnya tetap dapat dikelola, negara akan melanjutkan rencana pembukaan kembali.

"Jumlah ICU kami masih rendah sekarang ... tetapi kami tidak boleh berpuas diri," kata Wong.

"Penyakit parah biasanya datang dua minggu atau lebih setelah seseorang tertular virus," kata Wong, kemudian menambahkan mungkin "sembrono" untuk membuka kembali sekarang.

Singapura juga mencatat lebih banyak anak terinfeksi, tetapi tidak ada yang sakit parah, menurut Kenneth Mak, direktur layanan medis.


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler