jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Cabang Cikarang, Ridwan mengatakan, banyak cara bagi advokat untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma alias gratis (probono) kepada masyarakat tidak mampu atau miskin.
Salah satunya, kata dia, memberikan pendampingan hukum kepada pencari kerja korban penipuan yang kasusnya kadang marak terjadi di wilayah industri seperti di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
BACA JUGA: Peradi SAI Gelar Rakernas di Surabaya, Bahas Sejumlah Isu Strategis hingga UU Advokat
“Kami banyak mendapatkan konsultasi atau pengaduan dari calon pencari kerja dan jumlahnya tidak sedidik,” ucapnya ketika menyampai materi Kewajiban Probono Bagi Advokat dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) angkatan IV DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) dan Univesitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta.
Ridwan menyampaikan jumlah korbannya bisa relatif banyak karena banyak orang yang tengah membutuhkan pekerjaan. “Kondisi mereka sedang butuh pekerjaan, mereka mudah sekali dipengaruhi alam bawah sadarnya,” ujar dia.
BACA JUGA: Begini Cara DPC Peradi Jakbar Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI
Dia mengungkapkan karena jumlahnya relatif banyak, maka pihaknya membuka posko pengaduan korban penipuan berkedok perekrutan tenaga kerja. Melalui posko ini, pihaknya mengumpulkan bukti-bukti untuk melaporkan kepada kepolisian dan pihak terkait.
“Cuman perlu diingat, untuk penipuan tenaga kerja ini, kita harus jeli karena kadang-kadang mereka ada lapisan-lapisan,” ujar dia.
BACA JUGA: Wakil Ketua Peradi Batam Mencuri Uang Klien Rp 8,9 Miliar
Ridwan mencontohkan salah satu modusnya adalah pihak atau operator di lapangan yang bertugas mencari calon tenaga kerja sebagai mangsa, itu tidak terhubung langsung dengan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) atau lembaga outsouching.
“Mereka bisa saja beralasan, itu di luar pengetahuan kami [LPK]. Itu perlu analisa mendalam jika Ingin menjerat outsourcing-nya dengan rangkaian yang terjadi di lapangan sejak rekrutmen,” ujarnya.
Lebih jauh Ridwan mengungkapkan, tak jarang untuk melindungi aksi tersebut melibatkan baking oknum-oknum aparat atau ormas. Mereka melakukan intimidasi agar korban tidak melapor.
“Kalau ada intimidasi-intimidasi kepada advokat dan klien, ya sarananya adalah ajukan prlindungan, baik kepada aparat setempat atau LPSK. Kita tidak perlu takut itu,” tandasnya.
Pemberian probono sebagai wujud tanggung jawab sosial ini, juga bisa dilakukan dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum agar masyarakat melek hukum. Contohnya, pemberian data kependudukan harus benar atau sesuai.
Misalnya, pemberian data untuk pembuatan KTP, akta kelahiran, dan lain-lain. Ini harus benar karena mengandung risiko hukum. Ketentuan Undang-Undang Kependudukan, kesalahan penulisan nama pada dokumen kependudukan itu harus ajukan permohonan perbaikan melalui pengadilan.
“Ini harus disampaikan kepada masyarakat bahwa dalam mengurus hal yang dianggap remeh temeh, misal KTP, kita harus benar dalam memberikan data,” katanya.
Sedangkan untuk kriteria masyarakat tidak mampu yang berhak mendapat probono dari advokat, di antaranya ada Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau dokumen lainnya yang dianggap sah untuk menyatakan tidak mampu. Advokat harus melakukan survei untuk melihat kondisi riil masyarakat yang mengajukan permohonan probono.
“Survei adalah satu kewajiban. Jadi bisa menentukan apakah mereka layak diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau tidak,” katanya. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Calon Advokat Ikuti UPA yang Digelar DPN Peradi Pimpinan Otto Hasibuan
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan