JAKARTA - Wacana yang dilontarkan PDIP untuk menghapus sistem suara terbanyak dan kembali ke sistem Pemilu 1999 ditolak Partai DemokratGagasan tersebut dianggap hanya akan mengamankan kepentingan elite parpol di level pusat untuk mengendalikan sepenuhnya nasib para kader yang menjadi caleg.
"Sebaiknya, kita tidak kembali ke zaman kuda gigit besi
BACA JUGA: Manuver Heli Dibeber di MK
Tidak ada urgensinya sama sekali untuk balik ke sistem 1999 itu," kata Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Jakarta kemarin (20/9)Pada Pemilu 1999, pemilih memang hanya diminta mencoblos partai
BACA JUGA: Panja RUU Keimigrasian ke Inggris dan Kanada
Tak ada nama caleg di surat suaraBACA JUGA: Kontroversi Belum Reda, DPR Kembali ke Manca Negara
Model tersebut dikenal dengan istilah sistem proporsional tertutup.Menurut Anas, sistem proporsional dengan stelsel tertutup ala Pemilu 1999 itu telah diperbaiki dengan sistem proporsional "semiterbuka" pada 2004Jadi, selain memilih parpol, pemilih mencoblos caleg.
Bila tidak ada caleg di suatu daerah pemilihan (dapil) yang perolehan suaranya mencapai 100 persen bilangan pembagi pemilih (BPP), penentuan caleg terpilih kembali ke nomor urutBPP adalah harga kursi di suatu dapil yang dihitung dengan membagi jumlah pemilih sah dengan kuota kursi yang tersedia.
Perbaikan, kata Anas, dilanjutkan pada Pemilu 2009 melalui sistem proporsional dengan daftar calon terbuka"Bahkan, dalam prosesnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menetapkan model penetapan calon terpilih berdasar suara terbanyak," tegas mantan ketua umum PB HMI itu.
Anas menyampaikan, kalau konteksnya kewenangan partai yang menjadi alasan untuk menghidupkan kembali proporsional tertutup itu, fakta hasil Pemilu 2009 perlu dicermatiMenurut dia, nomor urut yang ditentukan partai tetap punya pengaruh cukup besar dalam perolehan suara calon anggota legislatif"Artinya, kewenangan partai untuk menyusun daftar calon berdasar nomor urut tetaplah nyataMeski nomor urut saja bukan jaminan," tegas Anas.
Dia menambahkan, bagi pimpinan partai, sistem proporsional dengan daftar calon tertutup memang pilihan yang paling enak dan bisa "dimainkan" untuk memenuhi kepentingan tertentuNamun, Anas berpendirian, sebenarnya bukan kepentingan itu yang harus dilayani.
Fokus utama, kata Anas, harus tetap untuk perbaikan kualitas demokrasi dan pemiluTermasuk di dalamnya memosisikan pemilih sebagai subjek politik"Pemilih bukan hanya sebagai tukang stempel daftar calon yang sudah disusun partai," tegasnya(pri/c6/tof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Cium Penggelembungan Dana Gedung Baru Dewan
Redaktur : Tim Redaksi