PDI Tolak, Golkar Pasrah ke MPR

Kamis, 11 September 2008 – 17:34 WIB
JAKARTA -Pembentukan Komisi Kajian Konstitusi sebagai komisi pengkaji amanden UUD 1945 masih mengundang pro dan kontra bagi fraksi-fraksi
di MPRSebagian menolak dan lainnya memberikan kewenangan penuh kepada pimpinan MPR

BACA JUGA: Chevron Rugikan Negara USD 1,2 M

Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG), Hajrianto Y Thohari menilai,pembentukan Komisi Kajian Konstitusi merupakan kewenangan pimpinan MPR, sehingga nantinya yang bertanggung jawab adalah pimpinan MPR.

"Selama ini jadi keputusan pimpinan MPR, maka komisi kajian ini sah-sah saja," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis (11/9).
Namun, dijelaskannya untuk pembentukan komisi tersebut ada mekanisme yang harus dipenuhi, yakni apabila komisi tersebu merupakan alat kelengkapan, maka harus diputuskan melalui sidang MPR
"Sayangnya pintu masuk untuk sidang MPR belum ada," ungkapnya.Oleh karenanya, komisi tersebut hanya bisa menjadi bagian dari pimpinan MPR

BACA JUGA: Tak Bayar Royalti, Pelanggaran Pidana

Sikap FPG sendiri, tegasnya, proporsional saja sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) MPR, Soewarno menyatakan menolak pembentukan Komisi Kajian
Konstitusi
PDIP juga menegaskan tidak pernah menyetujui pembentukan tim tersebut sebagaimana diberitakan media massa.
"Pemberitaan media massa seolah-olah rapat gabungan pimpinan MPR, pimpinan fraksi-fraksi MPR dan pimpinan Kelompok DPD di MPR telah menyetujui pembentukan Komisi Kajian Konstitusi

BACA JUGA: Tim Sukses Tentukan Kemenangan Calon

Itu tidak benar," katanya.

Menurutnya, rapat yang berlangsung di ruang APBN, Gedung Nusantara V, 8 Deptember lalu itu tidak memutuskan akan membentuk tim telaah (Komisi Kajian Konstitusi) yang bertugas melakukan kajian komprehensif tentang perubahan UUD 1945"Tidak ada keputusan soal itu," ujarnyaBahkan, kata dia, dalam rapat yang dipimpin Ketua MPR Hidayat Nur Wahid tersebut, sebagian besar pendapat yang berkembang menyatakan forum rapat gabungan tersebut tidak berwenang untuk membentuk Komisi Kajian Konstitusi, karena tidak sesuai dengan UUD 1945 dan UU No 22/2003.

Hak mengubah UUD, jelasnya, tidak berada pada forum pimpinan MPR, pimpinan fraksi MPR, dan pimpinan Kelompok DPD di MPR, tetapi berada di tangan MPR, dan harus dilaksanakan secara institusional dan konstitusionalDasar melakukan perubahan atau amendemen UUD, tukasnya, ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD 1945, serta ketentuan dan mekanisme perubahannya diatur dalam Pasal 37 ayat (1-5)Pembentukan badan atau alat kelengkapanmajelis, tuturnya, hanya dapat dilakukan atas dasar putusan sidang paripurna MPR.(eyd)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Miranda Bisa Jadi Tersangka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler